Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua KPK Periode 2011-2015, Abraham Samad membantah soal keinginan KPK untuk merevisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Hal ini merespon pernyataan Anggota DPR Komisi III Arteria Dahlan yang menyebut revisi UU KPK adalah keinginan KPK, bukan dari DPR.
Menjawab itu, Samad menegaskan keinginan merevisi UU KPK bukan di era kepemimpinannya.
"Saya mau meluruskan. Sepengetahuan saya, di masa kepemimpinan jilid 3 saya dan teman-teman memimpin kita tidak pernah punya usulan seperti yang dikatakan," ujar Samad saat dikonfirmasi Sabtu (7/9/2019).
Samad melanjutkan kepemimpinannya di KPK tidak penuh, 2011-2015. Di tengah jalan, dia dikriminalisasi sehingga dilanjutkan oleh Plt Ruki hingga Desember 2015.
Baca: BREAKING NEWS! Nia Daniaty Kecelakaan Mobil, Pipinya Terhantam Besi
Masih menurut Samad, pihaknya sama sekali tidak pernah mengusulkan revisi. Dia tidak mengetahui pasti apakah usulan itu datang dari Plt atau bukan.
Baca: Stroomnet PLN Tawarkan Promo Gratis Berlangganan Internet Sampai 10 Bulan, Ini Caranya
"Masa saya tidak punya usulan. Saya tidak tahu kalau usulan ini datang dari Plt. Kalau memang benar dari Plt maka ini menyalahi. Plt itu punya aturan sendiri tidak boleh keluarkan kebijakan strategis yang melampaui kewenangannya sebagai Plt," tegas Samad.
Samad sendri tidak bisa memastikan apakah benar usulan ini ada di era Plt. Pasalnya di era Agus Rahardjo, Agus tegas membantah mengusulkan revisi UU KPK.
"Kalau ini di era Plt, berarti telah melakukan pelanggaran. Termasuk misal melakukan rekrutmen pejabat struktural nggak boleh diambil di dalam masa kepemimpinan Plt. oleh karena itu nanti kami akan crosscheck," tutur Samad.
"Padahal terkait revisi UU KPK ini kami ini merespon dari keinginan KPK sendiri," ujar Arteri dalam sebuah diskusi.
KPK Protes
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah sempat mengatakan bahwa institusinya tak dilibatkan dalam revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai KPK tak memahami konteks pembahasan revisi tersebut.
"Ah dia (KPK) nggak paham, KPK itu institusi siapapun pimpinannya rapat, itu putusan institusi," ujar Masinton, di Jakarta, Sabtu (7/9/2019).
Meski sempat mengalami penundaan pembahasan di periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun rapat telah dilakukan setelahnya.
Ia mengatakan sebenarnya pada 2015 lalu revisi UU KPK itu telah dibicarakan dalam rapat antara Komisi III DPR dengan lembaga antirasuah tersebut.
"Pada saat rapat itu, KPK dipimpin Pak Taufiqurrahman Ruki. Jadi kalau dia (KPK) ngomong gitu, dia paham dulu lah, miris melihatnya," tandasnya.
Sebelumnya, Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya belum mengetahui dan tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana revisi UU KPK tersebut.
Ia mengaku khawatir, rencana revisi UU KPK merupakan bentuk pelemahan terhadap lembaga antirasuah itu.
"KPK belum mengetahui dan juga tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana revisi UU KPK tersebut. Apalagi, sebelumnya berbagai upaya revisi UU KPK cenderung melemahkan kerja pemberantasan korupsi," ujar Febri.
Bukan Kehendak DPR
Politisi PDIP lainnya yang juga anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan berkilahrevisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 merupakan keinginan dari KPK, bukan keinginan DPR.
"Padahal terkait revisi UU KPK ini kami ini merespon dari keinginan KPK sendiri," ujar Arteri dalam diskusi bertema KPK adalah Koentji, di Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).
Arteria mengatakan Komisi III yang adalah mitra KPK mengirimkan suat meminta kejelasan terkait dukungan legislasi yang dibutuhkan KPK untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi KPK tidak hanya di bidang pencegahan dan juga Pemberantasan korupsi.
"Kami selalu mensupport KPK, kami selalu menanya kebutuhan KPK, kami selalu melakukan penguatan. Penguatan legislatif buat KPK sendiri. Kemudian KPK menjawab terkait dengan penyempurnaan UU, ini bahasa KPK sendiri loh terkait UU nomor 30 tahun 2002.
KPK ingin kewenangan dalam penyadapan dan merekam ini kita lakukan. Kemudian pembentukan dewan pengawas, nama dewan pengawas KPK diksi yang pertama yang inisiasi mereka," tegas dia.
Masih menurut Arteria, usulan dari KPK tersebut disampaikan kepada DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) lalu pada November 2015 disetujui seluruh fraksi dan pemerintah.
Atas hal itu, Arteria sangat menyayangkan anggapan bahwa RUU KPK merupakan upaya untuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Sebab kata Arteria tidak mungkin DPR ingin melemahkan KPK.
"Yang ingin saya katakan dikatakan RUU melemahkan. Apa iya DPR gila? Melemahkan? baca dulu. Bagian mana yang dikatakan melemahkan bahkan dilakukan penguatan,