TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, rencana revisi UU No.30 Tahun 2002 Tentang KPK oleh DPR terlihat adanya alasan yang kuat tentang adanya upaya sistematis pelemahan KPK.
Kecurigaan ini, kata Karyono, cukup beralasan karena sejumlah pasal yang berpotensi akan menggembosi kewenangan KPK.
Pertama, poin tentang kedudukan KPK sebagai bagian dari lembaga pemerintah. Kedua, poin tentang adanya dewan pengawas yang dipilih DPR.
"Dewan pengawas memiliki kewenangan penting dan strategis, yaitu mengawasi, mengevaluasi termasuk memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan. Jika KPK bagian dari lembaga pemerintah maka bisa membawa konsekuensi status pegawai KPK harus tunduk pada undang-undang ASN," ucap Karyono Wibowo kepada Tribunnews.com, Sabtu (7/9/2019).
"Akibatnya akan tercipta ketergantungan karena terikat sebagai PNS. Sehingga berpotensi terbuka peluang intervensi," sambungnya.
Baca: Pilot Tidak Ada, Penumpang yang akan Liburan Terbangkan Pesawat, Begini Ceritanya
Karyono pun menyebut, beberapa poin yang diatur dalam rancangan revisi UU KPK yang diajukan DPR tersebut memang membuka celah untuk dicurigai bahwa patut diduga ada upaya sistematis untuk melemahkan posisi KPK.
Apalagi, dalam sejumlah hasil survei persepsi publik tentang kinerja lembaga negara, posisi tingkat kepercayaan dan kepuasan publik terhadap DPR masih sangat rendah. Sebaliknya KPK berada di urutan paling tinggi.
Meski demikian, KPK jangan cepat puas, apalagi menyalahgunakan kepercayaan publik.
"Justru KPK harus meningkatkan kinerjanya lebih baik lagi," kata Karyono.
Ia juga mengatakan, saat ini bola panas ada ditangan Presiden Jokowi. Rancangan Revisi UU KPK Inisiatif DPR yang sudah disahkan dalam rapat paripurna akan sampai ke tangan presiden.
"Nasib Rancangan Revisi UU KPK berlanjut atau tidak akan tergantung pada presiden," kata Karyono.
Pertanyaannya, bagaimana respon Presiden Jokowi terhadap rancangan revisi UU KPK yang diajukan DPR?
Jika dihubungkan dengan Pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada 16 Agustus 2019 lalu, lanjut Karyono, ada pesan penting yang disampaikan terkait dengan kinerja pemberantasan korupsi.
Jokowi mengatakan, keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya diukur dari banyaknya terpidana korupsi. Tapi sejauhmana membuat sistem dan kebijakan yang mampu mencegah perbuatan korupsi. Pesan Jokowi tersebut sangat tepat dan menjawab problematika saat ini.
"Pernyataan Jokowi mengisyaratkan, bahwa penindakan kasus korupsi penting, tapi upaya melakukan pencegahan sangat penting agar penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi berjalan efektif," ujarnya.
Menurut Karyono, pernyataan Jokowi tersebut bisa juga dimaknai sebagai peringatan kepada lembaga penegak hukum termasuk KPK agar membenahi sistem penegakan hukum dalam memberantas korupsi.
"Terlepas dari perdebatan soal revisi UU KPK yang kontroversial dan membisingkan, sebaiknya semua lembaga negara hendaknya jangan terjebak pada ego kepentingan yang hanya merugikan rakyat. KPK memang harus diperkuat di tengah perilaku korupsi yang nyaris membudaya. Tetapi, KPK juga jangan terjebak menjadi lembaga 'Super Body' yang lepas kendali," tutupnya.