Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh mengajukan banding setelah Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara, Selasa (10/9/2019).
Abdullah Puteh terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan.
Abdullah Puteh mengajukan banding setelah dirinya berdiskusi dengan tim penasehat hukumnya di ruang sidang.
"Kami banding Yang Mulia," kata Abdullah Puteh di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).
Usai sidang, ia pun menyatakan dirinya tidak sependapat dengan putusan Majelis Hakim.
Hal tersebut yang menjadi dasar dirinya mengajukan banding.
Baca: Buronan hingga Sempat Rekam Video, 4 Fakta Mengejutkan Korban Selamat Kecelakaan Nganjuk-Madiun
"Kami tidak sependapat dengan keputusan Majelis dan kita banding," kata Puteh.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Lumumba Tambunan mengajukan pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Abdullah Puteh.
"Kami pikir-pikir selama tujuh hari Yang Mulia," kata Lumumba.
Baca: Polda Metro Pantau Suporter yang Provokasi Saat Laga Indonesia vs Thailand
Meski telah divonis penjara satu tahun enam bulan, namun Puteh tidak dipenjara.
Ketua Majelis Hakim Kartim Haerudin pun menjelaskan alasan mengapa Puteh tidak langsung dipenjara.
"Saudara memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum yaitu banding. Saudara di sini sesuai dengan pembelaannya tidak dilakukan penahanan. Jadi masih berupaya. Jika tidak banding berarti Saudara sudah menerima dan langsung menjalani hukuman. Tapi jika banding Saudara menunggu hasil banding. Setidak-tidaknya. Masih ada dua tahap lagi banding dan kasasi," kata Kartim.
Vonis hakim
Mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh divonis satu setengah tahun penjara oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kartim Haeruddin, Selasa (10/9/2019).
Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Puteh dipenjara selama tiga tahun sepuluh bulan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Abdullah Puteh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abdullah Puteh oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," kata Kartim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/9/2019).
Baca: Gara-gara Membegal, Rencana Nikah Berantakan, Calon Istri Tak Sekali Pun Menjenguknya
Selain itu, dalam putusannya hakim membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5 ribu.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan tidak sependapat dengan tuntutan pidana penuntut umum bahwa terdakwa harus dipidana selama 3 tahun 10 bulan dengan perintah supaya terdakwa ditahan.
"Karena dipandang terlalu berat bagi perbuatan terdakwa tersebut. Oleh karena itu Majelis Hakim akan menjatuhkan pidana yang dirasa adil dan patut dan setimpal dengan perbuatan sebagaimana yang akan disebutkan dalam amar putusan ini," kata Kartim.
Kartim juga menjelaskan perbuatan-perbuatan yang memberatkan putusan tersebut antara lain Puteh tidak mengakui perbuatan dan memberikan keterangan yang berbelit sehingga menyulitkan persidangan, menimbulkan kerugian pihak lain, dan tidak menyesal atas perbuatannya.
"Hal yang meringankan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan. Terdakwa mempunyai keluarga yang menjadi tanggungannya," kata Kartim.
Baca: Intelijen Militer Jerman Perluas Penyelidikan Pengaruh Ekstrem Kanan di Bundeswehr
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh didakwa melakukan penggelapan uang senilai Rp 350 juta dari seorang investor bernama Herry Laksmono.
Dakwaan tersebut dibacakan jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/10/2018).
Sidang dihadiri terdakwa Abdullah Puteh serta penasihat hukum.
Menurut Jaksa Lumumba Tambunan, uang Rp 350 juta tersebut diperoleh dari sisa dana pengurusan dokumen AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) yang dianggarkan Rp 750 juta oleh Herry.
Menurut keterangan jaksa, dana pengurusan dokumen lingkungan hanya menelan biaya sekitar Rp 400 juta.
Baca: Jaksa: Kivlan Meminta Carikan Senjata Api Ilegal kepada Helmi
"Sisanya sekitar Rp 350 juta tanpa hak dimiliki secara pribadi oleh terdakwa, dan atas perbuatannya terdakwa (Abdullah Puteh) merugikan saksi (Herry Laksmono), terdakwa diancam pidana Pasal 372 KUHP," kata penuntut umum dalam persidangan.
Menurut jaksa, penggelapan bermula dari perjanjian investasi antara Abdullah Puteh melalui perusahaannya PT Woyla Raya Abadi dan Herry Laksmono untuk memanfaatkan hasil hutan kayu di Kalimantan Tengah.
Dalam perjanjian usaha itu, PT Woyla berjanji akan mengurusi perizinan usaha. Sebagai timbal balik, Herry sebagai investor akan mendapatkan keuntungan pemanfaatan kayu di sebuah wilayah di Desa Barunang, Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah.
Akan tetapi, pada praktiknya, jaksa menyebut, izin tersebut tidak diberikan ke pihak investor, sehingga Herry tidak dapat memanfaatkan hasil penebangan sebanyak 32 ribu kubik yang tersimpan di penampungan.
Baca: Kabut asap mengancam kesehatan, lebih dari 400 sekolah di Malaysia diliburkan
Selepas mendengar dakwaan jaksa, Abdullah Puteh menyangkal seluruh tuduhan penuntut umum.
"Semua dakwaan penuntut umum salah, dan saya menyatakan keberatan," kata Abdullah Puteh saat dimintai tanggapan oleh Hakim Ketua Kartim Haeruddin di persidangan.
Selepas persidangan, kuasa hukum Abdullah Puteh, Khairil juga menilai, kasus yang digugat kejaksaan terkait dengan gugatan perdata antara PT Woyla Raya Abadi dan pihak Herry Laksmono.
Khairil menjelaskan, perkara perdata tersebut sudah dimenangkan oleh PT Woyla Raya Abadi melalui putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap pada 2013.
Akan tetapi, penasihat hukum Abdullah Puteh itu mengatakan pihaknya tetap akan mengikuti proses persidangan yang akan dilanjutkan Kamis, 8 November di PN Jakarta Selatan.