Ia setuju dengan pembentukan dewan pengawas seperti dalam Revisi UU KPK.
Baca: Cerita Mantan Ajudan Pribadi Diajari BJ Habibie Teknik Fotografi di Taman Rumah
Ia setuju pembentukan dewan pengawas, karena sistem pengawasan internal tidak cukup efektif.
Johanis mencontohkan di Kejaksaan Agung ada Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) yang melakukan pengawasan terhadap pegawai Kejaksaan terkait pelanggaran disiplin.
Pengawasan tersebut tidak cukup karena bisa saja tidak objektif dalam melakukan pemeriksaan.
"Hal ini sudah dilakukan Kejaksaan, ada yang indisipliner mengarah pada tindak pidana, dihukum, termasuk tindak pidana korupsi," katanya.
Baca: Anggota Polsek Raya Polres Simalungun Kritis Usai Dikeroyok Sejumlah Pemuda
Selain dewan pengawasan, Johanis juga setuju dengan pemberian kewenangan menghentikan penyidikan kepada KPK (SP3).
Menurutnya SP3 memberikan ruang untuk memperbaiki kesalahan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
LIVE STREAMING Huesca vs Barcelona Liga Spanyol Malam Ini, Kick Off Pukul 03.00 WIB - Tribunnews.com
LIVE STREAMING Huesca vs Barcelona Liga Spanyol Malam Ini, Kick Off Pukul 03.00 WIB - Tribunnews.com
Manusia menurutnya tidak luput dari kesalahan.
"SP3 kalau ada kekeliruan ditetapkannya seorang menjadi tersangka berlarut-larut dan tidak bisa dibuktikan maka perlu SP3," katanya.
Masukan Alexander Marwata
Isu dugaan pelanggaran kode etik berat yang pernah dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK, Irjen Pol Firli Bahuri mendominasi uji kalayakan yang dijalani calon petahana pimpinan KPK 2019-2023, Alexander Marwata di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).
Firli yang juga menjadi kandidat calon pimpinan KPK diduga melakukan pelanggaran kode etik berat saat bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang pernah menjadi saksi kasus suap PT Newmont Nusa Tenggara.
Belajar dari kasus tersebut Marwata mengajukan usulan agar Pasal 36 poin (a) UU KPK agar direvisi.
Poin tersebut berbunyi melarang pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.
Marwata memberi masukan agar pelanggaran yang masuk dalam kategori tersebut harus diberi kriteria telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu.