Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK menyesalkan terjadinya praktik suap dan gratifikasi yang diduga dilakukan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan asisten pribadinya, Miftahul Ulum.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan anggaran yang dikorupsi Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum berdampak buruk bagi masa depan Indonesia.
Seharusnya, anggaran tersebut bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan prestasi atlet dan kapasitas pemuda Indonesia.
Baca: Pengusaha Kelapa Sawit Tolak Penyebab Karhutla karena Ulah Manusia, Karni Ilyas Langsung Interupsi
"Jika anggaran-anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan prestasi atlet dan meningkatkan kapasitas pemuda-pemuda Indonesia malah dikorupsi, dampaknya akan sangat buruk untuk masa depan bangsa," ujar Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Alexander Marwat menegaskan suap, gratifikasi, dan ketidakpatuhan melaporkan gratifikasi mengganggu upaya pemerintah mencapai tujuannya.
Baca: DPD RI Sahkan Perubahan Tata Tertib
Baca: Imam Nahrawi Buka Suara, Siap Jalani Proses Hukum hingga Ceritakan Reaksi Keluarga
Apalagi, bidang olahraga dan kepemudaan merupakan sektor krusial mengingat Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2045 mendatang.
"Apalagi kali ini dilakukan oleh pucuk pimpinan teratas dalam sebuah kementerian yang dipercaya mengurus atlet dan pemuda Indonesia," kata Alexander Marwata.
Ditetapkan tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum sebagai tersangka.
Keduanya dijerat dalam kasus dugaan suap terkait Penyaluran Pembiayaan dengan Skema Bantuan Pemerintah Melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun anggaran 2018.
"Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang mulai dari proses penyidikan hingga persidangan dan setelah mendalami dalam proses penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Alexander Marwata menjelaskan, dalam rentang 2014-2018 Imam Nahrawi selaku Menpora melalui Miftahul Ulum diduga telah menerima uang sejumlah Rp14.700.000.000.
Baca: Benda Purbakala Tersingkap Saat Pembangunan Rest Area di Dieng
Baca: Resiko Setiap Warga Negara Alami Kekerasan Seksual Terus Meningkat kata Ketua IFLC
Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam Nahrawi diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11.800.000.000.
Sehingga total dugaan penerimaan Rp26.500.000.000 tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
"Penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR (Imam Nahrawi) selaku Menpora," kata Alexander Marwata.
"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait," sambungnya.
Baca: Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau Ungkap Peran KPK Bantu Karhutla: Pak Karni 2020 akan Pilkada
Para tersangka diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, kata Alexander, proses penyelidikan sudah dilakukan sejak 25 Juni 2019.
KPK juga telah memanggil Imam Nahrawi sebanyak 3 kali, namun ia tidak menghadiri permintaan keterangan tersebut, yaitu pada 31 Juli, 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019.
"KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi IMR untuk memberikan keterangan dan klariflkasi pada tahap penyelidikan," katanya.
Respons Istana
Pihak istana merespons terkait ditetapkannya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan ditetapkannya Imam Nahrawi sebagai tersangka menjadi bukti Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah mengintervensi KPK.
"Ini bukti bahwa pemerintah atau bapak Presiden tidak memgintervensi kerja-kerja yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Ali Mochtar Ngabalin saat dihubungi, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Baca: Imam Nahrawi Tersangka, Unggahan Terakhir di Medsos Ramai Dikomentari Warganet
Dengan ditetapkannya sebagai tersangka, kata Ngabalin, Imam Nahrawi secara otomatis mengundurkan diri sebagai Menpora.
Hal tersebut seperti yang dilakukan Idrus Marham saat menjabat Menteri Sosial.
"Iya secara otomatis (mundur), diminta tidak diminta secara otomatis itu," ucapnya.
Baca: Link Live Streaming Indosiar TV Online Persib Bandung vs Semen Padang: Cek Live Streaming Vidio.com
Sementara terkait posisi Menpora apakah akan ada pengganti untuk Imam Nahrawi atau dibiarkan kosong hingga pelantikan Jokowi sebagai presiden pada Oktober 2019, Ngabalin tidak dapat menjawabnya.
Menurut dia hal tersebut merupakan hak prerogatif presiden dalam menentukan pembantunya.
Baca: Nenek Buruh Cuci Nyabu dengan Pasangan Lansianya, Pernah Dilakukan di Kamar Mandi Saat Suami Tidur
"Kalau itu tentu menjadi hak prerogatif presiden seperti apa nanti, tentu bapak Presiden yang memiliki kewenangan terkait dengan penetapan tersangka pak Imam Nahrawi," ujar Ngabalin.