Memang kata dia, semua kewenangan istimewa KPK tidak dicabut. Tapi dibuat rumit, penuh birokrasi dan tumpang tindih.
Batasan kasus dua tahun dan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) juga membuat kesinambungan untuk melakukan penyidikan atas satu kasus bisa terhenti.
Dalam UU KPK hasil revisi, seseorang yang kasusnya telah ditangani sampai dua tahun tapi tak jua naik kepenuntutan punya dasar yang kuat untuk meminta kasusnya dihentikan.
Ray Rangkuti menegaskan tak jelas dasar dari aturan SP3 ini.
Baca: Begini Sindiran Anies Soal Satgas Pemadam Karhutla yang Ditolak Pemprov Riau
"Jika SP3 diberikan kepada yang telah meninggal dunia, atau mereka yang sakit yang tidak dapat lagi diharapkan sembuhnya masih dapat dipahami," jelasnya.
"Tapi SP3 karena batas waktu itu aneh bin ajaib," ujarnya.
Dengan ketentuan masa penanganan kasus hanya sampai dua tahun, potensi kasus-kasus kakap akan hilang adalah sangat besar.
"Tentu akan jadi pertanyaan seperti apa kelak kasus seperti BLBI, e-KTP, Century, SDA, dan sebagainya. Sebagian kasus itu kemungkinan dah masuk ke tahun kedua atau bahkan lebih," katanya.
Belum lagi soal izin sadap, sita dan geledah yang harus dimintakan kepada Dewan Pengawas.
"Hampir semua administrasi perizinan projustisia berada di tangan Dewas bukan dikomisioner. Lha tugasnya komisioner jadinya apa? Dan dengan begitu, maka KPK sebaiknya dibubarkan" tegasnya.
Dan dengan begitu, menurut dia, KPK sebaiknya dibubarkan. Sehingga pencegahan dan pemberantasan korupsi diserahkan kepada Kepolisian dan Kejagung.
Tentu saja, harus ada perubahan UU kepolisian dan kejaksaan.
"Selain melihat trendnya, di mana komisioner KPK mulai diisi oleh polisi atau jaksa maupun penyidik dan penyelidik, maka mengembalikan pemberantasan korupsi ini dah semestinya kembali ke kepolisian atau kejaksaan," jelasnya.
DPR Sahkan Revisi UU KPK