Kejahatan tersebut menurutnya, disebut sebagai kejahatan paling serius di mana yang diatur dalam RKUHP adalah genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sehingga menurutnya, element of crime dari pelanggaran HAM berat tersebut tidak bisa disamakan dengan kejahatan biasa karena harus ada pertanggungjawaban dari pembuat kebijakan.
"Pemidanaan pelanggaran HAM berat tidak bisa disamakan dengan pemidanaan pada tindak pidana biasa," kata Anam ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (19/9/2019).
Kedua, dalam beberapa konteks, RKUHP belum bisa memberikan kepastian hukum karena adanya frasa-frasa yang menimbulkan multitafsir atau masih adanya ruang yang tidak memungkinkan diberikanya kepastian hukum.
Baca: Jokowi Disarankan Tunjuk Menpora Baru Gantikan Imam Nahrawi
"Misal frasa-frasa dalam delik-delik keagamaan yakni terkait 'perasaan' dan 'menimbulkan kegaduhan' dan frasa dalam living law," kata Anam.
Terakhir, penerapan fungsi hukum pidana “ultimum remidium” dalam RKUHP masih kurang tepat dalam beberapa pasal.
Menurutnya, banyak persoalan sosial yang seharusnya dapat menggunakan hukuman lain yang mampu menyelesaikan konflik, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat tanpa harus dikenakan sanksi pidana.
Sehingga Anam menilai, hal tersebut seolah bertolak belakang terhadap beberapa jenis tindak pidana terkait Pelanggaran HAM Berat, Korupsi, Narkotika, Terorisme, dan Pencucian Uang yang justru mengalami pengurangan pemidanaan.
"Komnas HAM meminta agar pengesahan RKUHP ditunda dan dilakukan perbaikan terhadap pasal-pasal yang masih bermasalah sehingga penegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat mampu mencegah meningkatnya angka pelanggaran," kata Anam.
Akan dibawa ke paripurna
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan bahwa Revisi Undang-undang KUHP akan dibawa ke dalam rapat Paripurna pada 24 September mendatang. Pernyataan Yasonna tersebut disampaikan setelah pemerintah dan DPR bersepakat revisi dibawa ke dalam rapat paripurna.
"Sudah diselesaikan dalam pembicaraan tingkat 1. Mudah-mudahan rencananya mau dibawa ke paripurna tanggal 24 September," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (18/9/2019).
Yasonna mengaku lega pembahasan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP) akhirnya rampung dan tinggal menunggu persetujuan anggota DPR dalam sidang paripurna. Karena pembahasan revisi KUHP dilakukan dalam waktu yang cukup lama.
"Sudah lega, sangat-sangat lega, karena rencana RKUHP bisa diselesaikan yang selama hampir 4 tahun bergumul," katanya.