Karena kan uji materi berkaitan dengan perundang-undangan yang bertentangan dengan UUD, atau konstitusi itu. Tapi kalau nanti semua sudah membaca detail, utuh, pasal per pasal dalam UU KPK ini, saya rasa yang tadinya menolak bisa menerima dan memahami. Ini kan revisi ini tidak ada menghilangkan unsur kewenangan yang dimiliki oleh KPK, misalnya penyadapan tetap.
TRIBUN: Tapi penyadapan ini dengan seizin Dewan Pengawas seperti dalam Pasal 12B Revisi UU KPK?
MASINTON: Iya itu kan mengatur supaya penyadapan ini bisa dipertanggungjawabkan.
TRIBUN: Apa tidak khawatir ini bisa bersifat politis? Karena mungkin kasusnya akan bocor atau bahkan diperjualbelikan begitu?
MASINTON: Kami bikin ini dan tetap meletakkan KPK sebagai lembaga lex specialis. Maka, izin itu tidak perlu ke pengadilan, tetap di mekanisme internal lewat Dewan Pengawas.
Lazimnya kan memang harus ke pengadilan. Karena kita tetap meletakkan KPK sebagai lex specialis, maka kita taruh di internal. Lagipula, Dewan Pengawasnya itu kita pilih orang-orang yang berintegritas, punya komitmen tinggi terhadap ageenda pemberantasan korupsi, dan punya rekam jejak yang baik.
Bukan orang yang mudah disuap. Sebaik apa pun sistemnya, yang bakal menduduki jabatannya di situ (Dewan Pengawas) integritas dan komitmennya rendah, tetap saja dia pasti gunakan celah untuk melakukan penyelewengan atas kewenangan yang dimiliki. Jadi yang kita pilih harus punya integritas dan komitmen tinggi terhadap agenda pemberantasan korupsi
TRIBUN: Tadi anda menyebut Dewan Pengawas dari nantinya akan dipilih oleh Presiden langsung, apa akan ada panitia seleksi seperti halnya Pansel Capim KPK?
MASINTON: Dewan Pengawas untuk periode 2019-2023 ini pertama kali diangkat dan ditunjuk oleh presiden, karena ketentuan peralihannya seperti itu. Untuk peridoe berikut, baru melalui mekanisme pansel dan diuji kepatutan dan kelayakannya.Dewan Pengawas ini dalam UU KPK yang sudah direvisi menggantikan posisi penasihat KPK.
TRIBUN: Dalam draft yang kami terima, di Pasal 21 ayat 1 UU KPK yang sudah direvisi, disebutkan Dewan Pengawas terlebih dahulu, baru Komisioner KPK lalu Pegawai KPK. Secara spesifik, apakah posisi Dewan Pengawas berada di atas pimpinan atau setara atau bagaimana?
MASINTON: Dewan Pengawas ini posisinya lebih kepada koordinatif saja, tidak instruktif sampai hal-hal teknis operasional. Teknis operasional itu tetap dikepalai oleh komisioner. Kalau Dewan pengawas hanya mengawasi dalam konteks pro justicia, penerapannya, kemudian pengawasan terhadap etik para pegawai dan pimpinan KPK. Teknisnya itu tetap di lima pimpinan atau komisioner itu.
TRIBUN: Anda dikenal publik sebagai orang yang terus mengkritik KPK, bersama Fahri Hamzah dan beberapa nama legislator lainnya. Sekarang tampaknya lewat disahkannya RUU KPK, apakah ini artinya bahwa tujuan anda sudah tercapai atau bagaimana?
MASINTON: Saya berpandangan dalam keyakinan saya, setelah melihat UU 30 tahun 2002 tentang KPK dan penerapannya, maka UU ini harus direvisi.
Dalam penerapannya, meski tidak semua perkara, ada celah yang rentan untuk disalahgunakan. Contohnya misalnya ada penyadapan, kapan akan digunakan, dalam konteks apa. Kita melihat di pengadilan, hasil rekaman yang tidak berkaitan dengan perkara. Kemudian ada juga yang memperoleh status tersangka, tapi tidak mendapatkan kepastian.