Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan bersinergi guna membentuk media center kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Rencananya, kinerja media center karhutla bakal mulai efektif beroperasi sejak tanggal 23-30 September 2019 yang bertempat di kantor KLHK, Jakarta.
Baca: Maruf Amin: Fatwa Haram Soal Karhutla Bersifat Pedoman, Perlu Ada Penegakan Hukum
"Dalam upaya penanggulangan karhutla perlu sinergi antar kementerian dan lembaga. Untuk menyampaikan informasi penanggulangan karhutla dengan narasi yang tepat serta dikemas secara humanis ke publik," ujar Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Kemaritimam (IKPM) Kemenkominfo, Septriana Tangkary, di Jakarta, Sabtu (21/9/2019).
Terkait dengan rencana pembentukan media center penanggulangan karhutla, Septriana mengungkapkan, Kemenkominfo akan mendukung dengan menyiapkan konten serta strategi komunikasi lainnya.
Sedangkan Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono menyampaikan, amat mendukung dilakukannya sinergi pemberitaan karhutla yang dikoordinasikan oleh Direktorat IKPM Kementerian Kominfo
Sementara itu, Kepala Biro Humas KLHK, Djati Witjaksono Hadi mengatakan pemerintah Indonesia selalu berkomitmen terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Oleh sebab itu, KLHK juga telah menyiapkan data maupun kebutuhan informasi lainnya tentang penanggulangan karhutla di media center.
Djati juga menyambut antusias dukungan Kemenkominfo mengenai distribusi konten informasi berbahasa Inggris untuk menyampaikan upaya pemerintah menanggulangi karhutla
"Agar dunia internasional semua mengetahui tentang komitmen pemerintah terhadap lingkungan hidup," ucap Djati.
Baca: Penanganan Karhutla: Riau Mulai Hujan Rintik, Kalteng Alami Hujan Deras
Djati berharap, melalui sinergi informasi media center kedua kementerian, dapat memberikan hasil nyata capaian dilakukan pemerintah dalam penanggulangan karhutla.
Selain itu, pihak Kemenkominfo juga telah mengunjungi dan memantau intelligence center KLHK yang merupakan pusat pengawasan (monitoring) penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk titip api atau karhutla.
Penanganan karhutla di Riau dan Kalteng
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan pihaknya terus melakukan optimalisasi operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan untuk menangani bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Penguatan sinergi pun dilakukan BPPT dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Terbatas (Ratas) mengenai karhutla yang diadakan di Pekanbaru Riau, Senin (16/9/2019) lalu, Hammam menegaskan komitmen BPPT dalam penanganan bencana tahunan itu melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT.
Ia pun menyampaikan Jokowi juga sempat melakukan pemantauan posko TMC di Riau pada 17 September lalu, sehari setelah Ratas.
Baca: Pengakuan Guru Honorer Pemeran Video Syur, Mengaku Trauma dan Tak Tahu Sedang Direkam
Saat itu, potensi awan yang dibutuhkan untuk proses penyemaian garam atau Natrium Klorida (NaCl) masih belum terlihat tumbuh secara baik.
Hal itu karena munculnya kabut asap yang cukup pekat pada ketinggian 8.000 kaki yang menghambat pembentukan awan hujan.
"Tanggal 17 (September), pada saat beliau berkunjung paginya ke Riau, (awan) masih belum tumbuh dengan baik, karena asap yang masih pekat dari permukaan tanah ke level ketinggian 8.000 kaki," ujar Hammam, saat ditemui di Gedung BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019).
Bahkan kepekatan kabut asap di Riau itu cukup untuk membuat terbatasnya jarak pandang.
"Jadi sampai ke 8.000 kaki itu memang masih pekat, jarak pandangnya juga (terbatas). Meskipun begitu, ada beberapa spot awan di Riau itu masih belum mampu menjadi hujan yang sampai ke tanah," jelas Hammam.
Sedangkan untuk penanganan karhutla di Kalimantan Tengah (Kalteng), Hammam menyampaikan bahwa pada 17 September lalu, dilakukan pula penyemaian garam di provinsi itu.
"Sementara kemarin pada tanggal 17 (September) itu kami juga melakukan penyemaian awan di Kalimantan Tengah," kata Hammam.
Menurutnya, apa yang terjadi di Kalteng memiliki kemiripan kondisi dengan yang melanda Riau.
Namun terdapat perbedaan dalam volume air yang turun akibat hujan.
Di Kalteng, hujan mulai turun di kota Palangkaraya.
"Kondisinya hampir sama dengan Riau, namun di Kalteng itu sudah mulai menghasilkan hujan rintik-rintik, termasuk di sekitar Bandara (Tjilik Riwut)," tegas Hammam.
Bahkan intensitasnya pun cukup lebat, "Kemarin sore itu Kalteng itu hujannya udah sedang dan deras,".
Berdasar pada laporan yang ia terima, saat ini memang telah tumbuh potensi awan pada ketinggian sekitar 8.000 hingga 11.000 kaki.
Namun awan tersebut ternyata tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya penyemaian garam dalam memunculkan hujan buatan.
"Laporan flight scientist kami bahwa awan telah tumbuh bagus di atas 8.000 sampai 11.000 kaki, tapi pada saat ke bawah itu keropos, jadi buyar lagi awannya," pungkas Hammam.
Hingga saat ini, BPPT bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus mengoptimalkan operasi TMC yang tidak hanya mencakup provinsi Riau saja, namun juga beberapa wilayah terdampak karhutla lainnya di tanah air, seperti sejumlah provinsi di Kalimantan.
Perlu diketahui, operasi TMC dapat dilakukan jika masih adanya awan, awan tersebut merupakan objek untuk penyemaian garam demi memunculkan hujan buatan.