TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019) disebabkan oleh provokasi. Provokasi tersebut dilakukan oleh pihak di dalam negeri dan luar negeri.
Hal tersebut disampaikan Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019) setelah rapat dengan Presiden Joko Widodo.
"Setidak-tidaknya ada provokasi dari dalam, tapi juga ada indikasi provokasi asing," kata Moeldoko.
Moeldoko mengatakan provokator berharap aparat keamanan melakukan tindakan di luar kontrol saat mengatasi kerusuhan di Papua.
Tindakan tersebut nanti akan dibawa ke sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Kami dipancing untuk melakukan pelanggaran berat sehingga nanti di PBB agenda itu bisa dimasukkan. Kami sudah tahu agendanya ke mana," ujar Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menuturkan Presiden Joko Widodo menginstrusikan Polri dan TNI untuk bertindak secara proporsional dan profesional dalam mengatasi gangguan keamanan di Papua.
Jokowi meminta aparat keamanan untuk tidak memunculkan situasi yang buruk.
"Tidak ada perintah represif. Semua diminta untuk menahan diri, harus terkontrol secara baik oleh aparat keamanan.
Mantan Panglima TNI itu menyebut, Presiden Joko Widodo telah mengintruksikan kepada kepolisian maupun TNI agar bertindak secara proposional dan profesional.
Baca: Tak Penuhi Panggilan Polda Metro Jaya, Baim Wong Mengaku Tak Tahu
"Jadi jangan kita memunculkan situasi yang tidak bagus. Itu semuanya harus terkontrol dengan baik aparat keamanan, tidak ada langkah-langkah yang eksesif tapi juga keamanan menjadi kebutuhan bersama," papar Moeldoko.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mendalami akun penyebar berita bohong yang diduga menjadi pemicu kerusuhan di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan berita bohong tersebut terkait dengan isu rasisme.
"Isu yang mereka kembangkan isu yang sensitif di sana adalah tentang rasis. Direktorat Siber Bareskrim sedang mendalami akun-akun penyebar hoax," jelas Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Ribuan Orang Mengungsi
Ribuan warga Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua mengungsi ke Markas Polres dan Kodim Jayawijaya pascakerusuhan, Senin (23/9/2019). Mereka mengungsi karena takut terjadi kerusuhan susulan dan kehilangan tempat tinggal.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, terdapat 3.000 pengungsi di kantor Polres Jayawijaya.
Mereka mengungsi karena takut terjadi kerusuhan susulan dan kehilangan tempat tinggal.
Selain mengungsi ke Polres Jayawijaya, sejumlah warga mengungsi ke rumah seorang anggota Polri.
Satu di antaranya adalah Jenab Napitulu.
Baca: Kisah Cinta Segitiga Terduga Teroris Arsad, Sutiah dan Asep Roni
Seorang warga Wamena ini mengaku rumahnya dibakar massa. Oleh sebab itu dia dan keluarganya mengungsi ke rumah seorang anggota Polri.
Jenab menuturkan saat ini warga yang mengungsi kekurangan makanan karena toko-toko bahan makanan tutup.
Mereka juga membutuhkan pakaian dan tenda untuk menginap.
Pihak kepolisian juga kekurangan bahan makanan dan kebutuhan lain untuk pengungsi.
"Kami berharap pemerintah maupun pihak swasta membantu kami yang kekurangan makanan. Kami juga butuh baju karena kami hanya bawa baju yang di badan," ujar Jenab.
Kerusuhan yang terjadi di Wamena menyebabkan sejumlah rumah dan pasar swalayan terbakar.
Silvi, seorang warga Wamena, mengaku rumahnya dibakar massa. Rumahnya terletak di Jalan Putikelek.
"Kami salah apa? Kenapa rumah kami dibakar," kata Silvi.
Sejumlah pegawai Supermarket Yuda terluka akibat kerusuhan ini.
Mereka melompat dari lantai kedua gedung saat tempat mereka bekerja dibakar oleh massa.
"Kami pegawai Yuda selamat, tapi banyak di antara kami yang terluka karena lompat dari lantai II," ujar seorang pegawai.
Kerusuhan di Wamena berawal dari aksi unjuk rasa pelajar SMA di Kota Wamena, Senin (23/9/2019).
Baca: Vanessa Angel Pamer Mobil Mewah, Keliling Bagi-bagi Pisang, Ini yang Terjadi Kemudian
Unjuk rasa ini diduga dipicu oleh perkataan bernada rasial seorang guru kepada siswanya di Wamena.
Massa pengunjuk rasa melakukan tindakan anarkistis.
Massa membakar sejumlah rumah dan ruko di sepanjang Jalan Homhom dan Woma, Wamena.
Massa juga merusak dan membakar Kantor Bupati Jayawijaya yang terletak di Jalan Yos Sudarso.
"Dalam pantauan kami, seluruh bangunan Kantor Bupati Jayawijaya hangus dibakar massa," kata John Roy Purba, kontributor Kompas.com di Wamena.
Sebagian massa juga terlibat bentrok dengan aparat kepolisian dan TNI.
Aparat keamanan berusaha memukul mundur massa selama empat jam, namun massa bertahan dan makin anarkistis.
"Suara tembakan terdengar di mana-mana selama tiga jam," ujar John.
Dalam percakapan dengan John terdengar suara rentetan tembakan senjata api.
John mengatakan massa berusaha masuk ke pusat bisnis Wamena, namun diadang aparat keamanan.
Kerusuhan ini juga membuat operasional Bandara Wamena dihentikan sementara hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Kepala Bandara Wamena Joko Harjani mengatakan penghentian operasional dilakukan pukul 10.30 WIT.
Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf A Rodja memastikan aksi anarkistis massa dipicu oleh kabar tidak benar (hoax).
Menurut Rudolf pekan lalu ada isu seorang guru mengeluarkan kata-kata rasis kepada seorang siswa di Wamena. Aksi demonstrasi merupakan bentuk solidaritas pelajar.
Baca: Banyak Kemajuan dari Tim Transisi untuk Analisis Materi UU KPK
"Guru tersebut sudah kita tanya dan tidak ada kalimat rasis. Itu sudah kita pastikan. Kami berharap masyarakat di Wamena dan di seluruh Papua tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang belum tentu kebenarannya," ujar Rudolf.
Untuk mencegah penyebaran kabar tidak benar tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informasi meminta operator seluler untuk membatasi akses data internet di Wamena.
"Pak Menteri telah meminta operator untuk membatasi layanan data di Wamena dan sudah dilakukan oleh operator," ujar Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu.
Komandan Kodium 1702 Jayawijaya Letkol Inf Candra Diyanto mengatakan terdapat 16 orang warga sipil yang tewas dalam kerusuhan ini.
Selain korban tewas juga terdapat 65 orang yang mengalami luka-luka.
"Itu sipil semua. Untuk sementara tidak ada aparat yang jadi korban," kata Candra kepada Kompas.com, Senin (23/9/2019). (Tribun Network/sen/kompas.com)