TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyebut, banyak pihak yang sering memutarbalikan fakta tentang keberadaan aparat keamanan di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat.
Banyak yang menyebut, aparat ditempatkan di sana untuk menakut-nakuti masyarakat. Padahal, sebaliknya, aparat ada untuk mengamankan rakyatnya.
"(Aparat keamanan) itu sebenarnya bukan untuk mengancam rakyat. Nah ini yang banyak diputar balik, pasukan itu ditempatkan di sana untuk menakut-nakuti. Bukan," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
"Nggak pernah ada pikiran saya, hati saya untuk nakut-nakuti rakyat. Ngapain, nggak pernah ada," sambungnya.
Wiranto mengatakan, situasi di Papua dan Papua Barat beberapa waktu belakangan memang sedang tidak aman.
Di Wamena misalnya, kerusuhan yang terjadi Senin (23/9/2019) mengakibatkan adanya pembakaran kantor Bupati, kantor Kejaksaan, PLN, hingga ruko.
Ia memastikan, aparat bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat dan instansi-instansi yang ada.
"Kalau nggak ada aparat keamanan, abis itu pasti Wamena. Itu gunanya pasukan, untuk melindungi masyarakat, instansi penting, melindungi kantor-kantor, fasilitas umum," katanya.
Baca: Polisi: Kelompok Bersenjata Papua Terlibat dalam Kerusuhan di Wamena
Oleh karena aparat dirasa masih dibutuhkan, Wiranto enggan menarik pasukan non-organik, baik TNI maupun Polri, dari beberapa titik di Papua dan Papua Barat.
Jika nanti situasi sudah aman, kata Wiranto, pihaknya bakal mengurangi jumlah pasukan pengamanan.
"Jadi nanti kalo sana sudah tenang, sudah damai, pasti (pasukan non-organik) ditarik, nggak usah diminta pasti ditarik. Tapi kalau saya tarik sekarang, kalau ada bakar membakar yang tanggung jawab siapa?," kata Wiranto.
Sebelumnya, sejumlah anggota DPRD Papua dan Papua Barat menemui Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (24/9/2019).
Jajaran DPRD ini menyampaikan sejumlah aspirasi dan tuntutan dari masyarakat Papua dan Papua Barat terkait situasi terkini.
Ada delapan tuntutan yang dibacakan, salah satunya meminta pemerintah menarik pasukan non-organik TNI dan Polri di Papua dan Papua Barat.