Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, meminta pemerintah tidak asal menuduh aksi mahasiswa ditunggangi pihak tertentu.
Terlebih, kata Yenny Wahid, tudingan tersebut dihubung-hubungkan dengan ancaman terhadap pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada 20 Oktober 2019.
"Karena itu saya mengimbau kepada pemerintah agar tidak menggunakan retorika yang bisa dianggap menyudutkan mereka seolah-olah mereka mudah ditunggangi, melaksanakan aksi-aksi karena ada motif politik tertentu, itu harus dihindari retorika seperti itu," ujar Yenny Wahid kepada wartawan di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2019).
Yenny Wahid mengingatkan seharusnya pemerintah lebih banyak mendengarkan aspirasi yang disampaikan mahasiswa.
"Tentu yang kita utamankan sikap mau mendengarkan aspirasi yang mereka suarakan. Baru dengan cara seperti itu mahasiswa dan pelajar bisa lebih reda lagi emosinya," kata Yenny.
Baca: Lewat Karya Seni, Mahasiswa Asal Padang ini Tolak RKUHP
Menurut dia, mahasiswa yang berdemonstrasi murni menyuarakan aspirasinya tanpa ada motif politik tertentu.
Terlebih elite politik baik pemerintah dan DPR tidak pernah melibatkan mahasiswa maupun masyarakat dalam mengambil kebijakan.
Ia juga menilai, puncak ketidakpuasan mahasiswa terjadi saat DPR memilih Pimpinan KPK yang dinilai cacat etik serta merevisi Undang-undang KPK yang dinilai justru melemahkan kerja lembaga antirasuah tersebut.
Karena itu, Yenny meminta pemerintah bersikap bijak menanggapi demontrasi mahasiswa yang menolak Undang-undang KPK hasil revisi serta pengesahan RUU KUHP serta Pimpinan KPK yang dinilai bermasalah.
Baca: Berita Populer Sepakbola Nasional: Perdarahan Winger Persib Hingga Kabar Timnas Indonesia
Peryataan itu dikatakan Yenny bersama sejumlah tokoh lainnya yakni Jimly Asshiddiqie, Romo Magnis Suseno, dan Abdillah Toha.
Berikut point-point peryataan sikap sejumlah tokoh:
1. DPR dan Pemerintah agar berjiwa besar dengan mempertimbangkan masukan dari mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat yang terus disuarakan diberbagai wilayah di Tanah Air.
2. Mengapresiasi sikap mahasiswa dan elemen masyarakat sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ditunjukkan melalui sikap kritis sebagai hak konstitusional warga negara dengan tetap menghormati hasil pemilu 2019 yang merupakan pilihan rakyat Indonesia.
Pernyataan Menkumham
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menilai aksi mahasiswa menuntut pembatalan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, dan sejumlah undang-undang ditunggangi pihak tertentu.
Namun, Yasonna tak merinci siapa pihak tertentu yang dia maksud.
"Kami harus jelaskan dengan baik karena di luar sana, sekarang ini isu dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politik," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
"Saya berharap kepada para mahasiswa, kepada adik-adik, jangan terbawa oleh agenda-agenda politik yang enggak benar," kata politisi PDI-P itu.
Baca: Mahasiswa: Salah Kami Apa Pak, Ditembaki?
Baca: Pasal-pasal Kontroversial di RKUHP yang Membuat Mahasiswa di Sejumlah Wilayah Berunjuk Rasa
Yasonna menyatakan, jika para mahasiswa mau bertanya, bahkan berdebat tentang RUU, sebaiknya tinggal datang ke DPR atau dirinya.
"Jangan terbawa oleh agenda-agenda politik yang enggak benar. Kalau mau debat, kalau mau bertanya tentang RUU, mbok ya datang ke DPR, datang ke saya, bukan merobohkan pagar," ujar Yasonna.
Ia menambahkan, DPR dan pemerintah juga telah memenuhi permintaan mereka menunda pembahasan RKUHP dan sejumlah RUU bermasalah lainnya.
Yasonna menambahkan, pembahasan RKUHP dan sejumlah RUU yang mendapat kritik keras dari masyarakat akan dibahas pada periode DPR 2019-2024 bersama pemerintahan yang baru.
"Kemarin kan sudah ditemui oleh Ketua Baleg. Tadi sudah disepakati kalau ada nanti mau ketemu ya ketemu. Saya hanya mengingatkan. Kita ini mendengar melihat ada upaya-upaya yang menunggangi, jangan terpancing," tutur Yasonna.
Sedangkan, terkait UU KPK yang baru saja direvisi DPR dan pemerintah, Yasonna menyatakan bahwa ada mekanisme hukum untuk menolaknya.
Salah satunya adalah uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Termasuk revisi UU KPK, negara kita negara hukum. Ada mekanisme konstitusional untuk itu, yaitu ajukan judicial review ke MK bukan ke mahkamah jalanan. Sebagai intelektual, sebagai mahasiswa yang taat hukum, kita harus melalui mekanisme itu," kata dia.
Para mahasiswa berdemonstrasi menyuarakan penolakan pengesahan RKUHP karena ada beberapa pasal yang dianggap kontroversial.
Selain itu mereka juga meminta Undang-undang KPK hasil revisi dibatalkan.
Mahasiswa membantah aksi demonstrasi yang dilakukan ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu.
Secara khusus, mereka menolak tuduhan bahwa demonstrasi dilakukan untuk melengserkan Presiden Jokowi atau berupaya menggagalkan pelantikannya.
Selama ini, mahasiswa tak punya kepentingan selain menyuarakan aspirasi menolak revisi UU KPK, RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, serta mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
"Tuntutan kami jelas, RUU KPK dan RKUHP dibatalkan karena RUU itu bermasalah dan tidak sesuai dengan reformasi. Kan enggak ada tuntutan turunkan Jokowi," kata Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta Gregorius Anco.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menkumham Yasonna Laoly Tuding Aksi Mahasiswa Ditunggangi" Penulis : Rakhmat Nur Hakim