Najwa Shibab mengklarifikasi foto pertemuannya dengan Tommy Soeharto yang kembali beredar dan jadi ramai di media sosial.
TRIBUNNEWS.COM - Presenter Najwa Shihab memberikan klarifikasi terkait disinformasi foto pertemuannya dengan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Dalam klarifikasi yang diunggah Najwa Shihab lewat akun Instagram pribadinya, @najwashihab, pesenter ini menyebut, itu adalah foto lama.
Foto tersebut, tulis Najwa, diambil pada 22 November 2017.
Foto lawas itu lantas diedarkan kembali bersama dengan capture berita berjudul Kabar Mengagetkan, Najwa Shihab, Tommy Soeharto, Noorsy dan Lieus Akhirnya Bersepakat Untuk...
Baca: Klarifikasi Najwa Shihab soal Foto Pertemuannya dengan Tommy Soeharto: Serangan Personal yang Jahat
Baca: Bamsoet: Tidak Ada Komunikasi Langsung Dari Najwa Shihab Kepada Saya
Dalam foto itu, Najwa memang berfoto dengan sejumlah tokoh selain Tommy Soeharto yang kini menjadi Ketua Umum Partai Berkarya.
Sebut saja Lieus Sungkharisma, aktivis yang sempat ditangkap polisi terkait kasus dugaan makar juga ahli ekonomi, Ichsanuddin Noorsy.
Najwa pun menjelaskan foto tersebut merupakan foto lama yang sengaja diungkit untuk mendiskreditkan dirinya.
Ia di-framing sebagai antek Orde Baru karena bertemu dengan Tommy.
Selain itu, ayah Najwa Shihab, Quraish Shihab, pernah diangkat sebagai Menteri Agama di era Soeharto.
Baca: Najwa Shihab Sampai Kewalahan Tengahi Fahri Hamzah vs Ketua Umum YLBHI yang Ngotot soal KPK
Baca: Menggebu-gebu Jelaskan Alasan Ingin Perbaiki KPK, Najwa Shihab sampai Diabaikan Fahri Hamzah
Najwa menjelaskan secara gamblang terkait kapan foto itu diambil dan untuk apa.
Ternyata, Najwa datang bersama sejumlah kru Narasi TV untuk mengundang Tommy Soeharto dalam acara Catatan Najwa.
Menurut Najwa, disinformasi terkait foto yang disebarkan tersebut adalah serangan personal yang jahat.
Termasuk tuduhan 'antek Orde Baru' sama sekali tidak berdasar.
Berikut klarifikasi lengkap dari Najwa Shihab terkait foto lama pertemuannya dengan Tommy Soeharto:
"KLARIFIKASI ATAS DISINFORMASI FOTO PERTEMUAN NAJWA DAN TOMMY SOEHARTO
Sikap editorial Narasi TV dan Mata Najwa terkait situasi terakhir politik Indonesia, terutama isu KPK dan demonstrasi mahasiswa, membuat saya, Najwa Shihab, didiskreditkan lewat berbagai disinformasi.
Foto lama saya dengan Tommy Soeharto, Lieus Sungkharisma dan Ichsanuddin Noorsy diedarkan kembali bersama capture-an sebuah berita berjudul “Kabar Mengagetkan, Najwa Shihab, Tommy Soeharto, Noorsy Dan Lieus Akhirnya Bersepakat Untuk….”
Saya diframing sebagai antek Orde Baru karena bertemu Tommy Soeharto dan karena ayah saya, Prof. Quraish Shihab, pernah diangkat sebagai Menteri Agama di era Soeharto.
Tidak hanya itu, sikap editorial Narasi TV dan Mata Najwa terkait KPK juga di-framing sebagai bentuk konflik kepentingan saya dengan KPK karena suami saya, Ibrahim Assegaf, partner di lawfirm Assegaf Hamzah & Partners yang didirikan — salah satunya oleh — Chandra Hamzah, mantan komisioner KPK.
Foto yang beredar itu diambil pada 22 November 2017. Saya datang bersama kru Narasi TV, termasuk CEO dan Pemimpin Redaksi Narasi TV saat itu yaitu Catharina Davy dan Olivia Rosalia.
Tujuan pertemuan: menjajaki sekaligus mengundang kehadiran Tommy di Catatan Najwa (saat itu saya sedang jeda dari televisi).
Tommy saat itu diundang dalam status sebagai pendiri Partai Berkarya yang baru saja lolos verifikasi KPU dan dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2019.
Tommy menyatakan kesediaannya saat itu, namun perlu mencari jadwal yang tepat.
Tommy berkali-kali menunda jadwal yang sempat disepakati.
Tommy baru bisa diwawancarai di kediamannya pada 5 Juli 2018.
Hasil wawancara itu tayang di Mata Najwa pada 11 Juli 2018 dengan tajuk “Siapa Rindu Soeharto”.
Tommy muncul dalam tiga segmen pertama.
Dalam tiga segmen itu, saya menyoal sejumlah topik penting terkait rekam jejak Tommy dan kasus-kasus korupsi serta pelanggaran HAM yang dilakukan ayahandanya.
Segmen 1 dibuka dengan memperkenalkan Tommy sebagai “dalang pembunuhan Hakim Syaifuddin."
Saya juga mencecar klaim Tommy soal masyarakat merindukan era Orde Baru di segmen ketiga.
Selain Tommy, hadir narasumber lain seperti Priyo Budi Santoso sebagai Sekjen Partai Berkarya.
Saya juga mengundang Haris Azhar, seorang pegiat HAM, untuk menguji klaim-klaim yang disodorkan Tommy maupun Priyo.
Disinformasi yang disebarkan adalah serangan personal yang jahat.
Tuduhan “antek Orde Baru” sama sekali tidak berdasar karena sikap saya jelas dalam menyangkut warisan-warisan Orde Baru.
Tidak terbilang produk-produk jurnalistik Mata Najwa yang berisi sikap kritis terhadap Orde Baru dan itu juga tercermin dalam episode “Siapa Rindu Soeharto?”
Saya sangat keberatan sikap personal saya sebagai jurnalis dikait-kaitkan dengan keluarga saya.
Selain personal, disinformasi ini juga merupakan serangan terhadap kerja-kerja jurnalistik.
Tidak terbilang cacian terhadap media yang memberitakan topik mengenai revisi UU KPK dan demonstrasi mahasiswa minggu lalu. Saya, Mata Najwa dan Narasi TV tidak sendirian dalam hal ini.
Kritik kepada pers jelas diperbolehkan, bahkan penting, bagi demokrasi, juga bagi pers. Tidak ada pers yang sempurna.
Tetapi jika yang dilakukan adalah serangan personal, ad hominem, apalagi hingga membawa-bawa keluarga, persoalannya menjadi sangat berbeda.
Seseorang menulis serangan kepada saya sebagai kill the messenger.
Saya menghargai pendapat tersebut, kendati sejujurnya saya tidak berpikir sejauh itu karena toh saya masih bisa bekerja dan beraktifitas seperti biasa.
Saya menganggap hal ini sebagai sesuatu yang kontraproduktif bagi usaha merawat ruang publik yang sehat, yang menghargai perbedaan pendapat, yang tidak dicemari oleh doxing, disinformasi, dan pembunuhan karakter.
Hari-hari ini Indonesia memang sedang dilanda kompleksitas persoalan.
Hal itu hendaknya disikapi dengan memperbanyak dialog: antara para elit dengan warga, antara warga dengan warga, antara sesama kita.
Dalam episode Mata Najwa terakhir, bahkan saya membuka topik tentang perlunya pemerintah berdialog dengan para mahasiswa yang saat itu saya undang.
Bahwa pertemuan itu batal adalah persoalan lain.
Saat itu saya hanya membuka kemungkinan hadirnya percakapan yang setara karena saya percaya pers punya tanggungjawab merawat ruang publik sebagai arena yang terbuka bagi perdebatan, aneka pikiran, ragam kegelisahan, hingga kekecewaan.
28 September 2019
Najwa Shihab."
Sementara itu, berikut foto lama pertemuan Najwa Shihab dengan Tommy Soeharto:
(Tribunnews.com/Sri Juliati)