News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD Sebut Perppu KPK Merupakan Hak Subjektif Presiden

Penulis: Sinatrya Tyas Puspita
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD Sebut Perppu KPK Merupakan Hak Subjektif Presiden

Mahfud MD Sebut Perppu KPK Merupakan Hak Subjektif Presiden

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memprediksi kapan Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi.

Jika Jokowi jadi menerbitkan Perppu KPK, Mahfud MD memprediksi sang presiden akan menerbitkannya pada awal bulan Oktober 2019 lantaran saat ini keadaan sudah genting.

Hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam wawancara unggahan kanal YouTube KOMPASTV, Sabtu (28/9/2019).

Mantan Mahkamah Konstitusi Mahfud MD memprediksi Perppu KPK akan diterbitkan presiden Jokowi pada awal bulan Oktober mendatang.

Baca: PAN Berharap Polemik UU KPK Hasil Revisi Diselesaikan Melalui MK

Menurut Mahfud keputusan Perppu KPK adalah hal subjektif dari Presiden Jokowi .

Mahfud juga mengatakan jika presiden memilih opsi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti perundang-undangan Perppu sudah sesuai dengan kondisi saat ini.

"Menurut saya, keadaan sekarang ini sudah memenuhi syarat untuk dikatakan genting dan boleh presiden itu mengeluarkan Perppu," ungkap Mahfud MD.

"Karena urusan genting itu adalah hak subjektif presiden, tidak ada undang-undang genting seperti apa itu tidak ada undang-undangnya," tambahnya.

Baca: Mahfud MD Minta Mahasiswa Ganti Tuntutan Bila Masih Mau Demo, Bocorkan Rencana Jokowi Terkait UU KPK

Untuk itu, Mahfud MD memprediksi jika Jokowi mau menerbitkan Perppu KPK, maka sekiranya pada awal bulan Oktober 2019.

"Saya mengira kalau presiden jadi memilih opsi itu mestinya awal bulan, mungkin tanggal 2 atau tanggal 1 gitu ya," tutur Mahfud MD.

Meski ikut menyarankan Jokowi agar menerbitkan Perppu KPK, Mahfud MD tetap menyerahkan keputusan itu kepada presiden.

"Mungkin, tapi teserah presiden sajalah kita kan tidak boleh ikut campur," ungkapnya.

Jika nanti Jokowi menerbitkan Perppu KPK, maka akan ada pembahasan bersama DPR yang nantinya akan memutuskan setuju atau menolak isi dari Perppu tersebut.

"Karena menurut undang-undang, Perppu itu dikeluarkan kemudian pada masa sidang berikutnya itu lalu dibicarakan dengan DPR untuk ditentukan apakah DPR setuju atau menolak," tutupnya.

Tonton video selengkapnya.

Jokowi masih pelajari Perppu KPK

Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Adita Irawati menyampaikan Presiden Joko Widodo masih mempelajari opsi penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Yang jelas sekarang Presiden sedang mempelajari opsi perppu tersebut," kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Adita Irawati saat dihubungi TribunJakarta Sabtu (28/9/2019). 

Hal itu disampaikan Adita saat ditanyakan perihal dampak pengunduran diri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly terhadap rencana Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

Menurut Adita, saat ini Presiden Jokowi sedang melakukan perhitungan dan mengkalkulasi mengenai apa yang akan terjadi jika ia menerbitkan atau tidak menerbitkan Perppu KPK.

Presiden Jokowi akan mengambil keputusan dalam waktu dekat.

"Kita tunggu saja," kata Adita.

Baca: Soal Jokowi Pertimbangkan Perppu KPK, Pendapat Yasonna Laoly hingga Tanggapan Pengamat

Baca: Ditentang PDI-P, Jokowi Berada di Pilihan Sulit jika Ingin Terbitkan Perppu untuk Batalkan UU KPK

Pernyataan Yasonna tentang ketegasan presiden

Yasonna sudah mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden pada Jumat, 27 September 2019, lantaran dirinya akan dilantik sebagai anggota DPR 2019-2024 pada 1 Oktober 2019.

Mengutip TribunJakarta, sebelum mengirim surat pengunduran diri, Yasonna sempat menegaskan jika Presiden tidak akan mengeluarkan perppu untuk mencabut RUU KPK yang telah disahkan oleh DPR sebelumnya.

Menurutnya, Presiden meminta pihak penolak UU KPK untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Namun, setelah melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh di Istana Merdeka pada 26 September 2019, Jokowi selaku presiden menyatakan mempertimbangkan usulan penerbitan Perppu untuk mencabut RUU KPK yang telah disahkan DPR.

Jokowi menyatakan akan menghitung dampak secara hukum dan politik terkait penerbitan perppu tersebut.

Baca: DPP Generasi Muda Mathlaul Anwar Gelar Seminar Kebangsaan

Baca: Aliansi BEM Seluruh Indonesia Akan Gelar Demonstrasi Pada 1 Oktober

Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti meminta Presiden Jokowi segera menerbitkan perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi.

Sebab, saat ini telah muncul korban jiwa, yakni dua mahasiswa di Kendari, dari aksi unjuk rasa terkait UU KPK dan sejumlah RUU lainnya.

"Presiden katakan akan pertimbangkan perppu. Saran saya jangan tunda lagi. Korban sudah muncul, eskalasi kekerasan meningkat."

"Saran saya keluarkan saja perppu atas pertimbangan keamanan," kata Ray.

Wakil Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023, Indriyanto Seno Adji mengingatkan agar penerbitkan perppu oleh presiden harus memenuhi syarat konstitusional dan yudisial.

"Syarat penerbitan perppu tidaklah dilakukan secara serampangan, tapi haruslah memenuhi syarat konstitusional (dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945)."

"Syarat yudisial (dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/ 2009)," kata Indriyanto.

Ia mengatakan, berdasarkan dua syarat tersebut, presiden hanya bisa menerbitkan perppu jika ada kegentingan yang memaksa presiden menyelesaikan masalah hukum.

"Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang," ujarnya.

Selain itu, syarat perppu dapat diterbitkan oleh presiden apabila terjadi kekosongan hukum yang tidak bisa diselesaikan dengan membuat undang-undang secara prosedural karena memerlukan waktu yang cukup lama, sementara keadaan sudah mendesak.

"Dalam pemahaman dan persyaratan konstitusional, tidak ada kegentingan yang memaksa yang mengharuskan Presiden menerbitkan perppu atas Revisi UU KPK," tuturnya.

Menurutnya, jalan terbaik untuk menyelesaikan polemik UU KPK adalah dengan mengajukan uji materi UU KPK ke MK.

"Presiden dapat menunggu putusan MK terhadap uji materi revisi UU KPK dari beberapa komponen masyarakat yang mulai Senin depan ini disidangkan oleh MK," kata Indriyanto yang juga mantan Pelaksana tugas pimpinan KPK pada 2015 itu.

(Tribunnews.com/Dewi Agustina/TribunJakarta)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini