Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menjelaskan bahwa aparat keamanan saat ini lebih menekankan pada pendekatan ‘soft approach’ dalam menghendaki aksi unjuk rasa.
Bahkan untuk unjuk rasa yang berpotensi rusuh sekalipun.
Ia menegaskan bahwa penanganan aksi demonstrasi saat ini berbeda dengan dahulu.
“Demonstrasi sekarang berbeda dengan dulu, sekarang lebih menekankan pada hak asasi manusia dan ‘soft approach’,” ungkap Wawan saat mengunjungi kantor redaksi Tribunnews.com di Palmerah, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2019).
Menurutnya pendekatan ‘soft approach’ saat ini sangat mungkin untuk meredam potensi kerusuhan karena dapat diawasi mulai dari media sosial.
Baca: Ikhsan Leonardo Imanuel Rumbay Melenggang ke Perempat Final Indonesia Masters 2019
Baca: Live Score Arsenal vs Standard Liege Liga Eropa 2019, Live SCTV, Live Video Primer, Pantau di HP
Baca: Gelar Konser Untuk Republik, Musisi Ingin Rakyat Kembali Bersatu
Ia pun menegaskan aparat keamanan juga terus memberi imbauan baik melalui dunia maya hingga saat aksi sudah dilakukan.
“Kita mencoba tingkatkan literasi mereka, mengingatkan bahwa jika menyebar ujaran kebencian dan provokasi akan dikenakan UU ITE. Tapi kami tetap memberi ruang mereka untuk sampaikan aspirasi karena itu dilindungi oleh undang-undang.”
“Kami juga terus imbau agar mereka mengawasi kelompok masing-masing, kalau ada penyusup harus tahu,” tegasnya.
Pria asal Kudus, Jawa Tengah itu pun menjelaskan jika sampai demonstrasi berubah menjadi kerusuhan maka aparat menggunakan gas air mata dan water canon agar massa mundur serta menghindari lebih banyak jatuhnya korban.
“Aparat juga dilatih untuk menghadapi tendangan, latihan menghalangi, dan latihan pendekatan persuasif kepada massa. Kalau kerusuhan tak bisa dihindari maka aparat menggunakan gas air mata atau water canon hanya untuk meminimalisir korban, kalau sudah mundur ya dihentikan,” katanya.
Wawan pun tak menampik bila potensi dinamika seperti aksi unjuk rasa dan kerusuhan di sejumlah tempat masih bisa terjadi jelang pelantikan presiden pada 20 Oktober 2019 mendatang.
Namun ia menegaskan bahwa kerusuhan yang sudah terjadi dan potensinya masih dalam porsi terkontrol.