TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis lebih dari gempa dirasakan oleh warga sejak gempa Maluku M 6,5 terjadi pada Kamis (26/9/2019).
BMKG mencatat 114 gempa dirasakan hingga 5 Oktober 2019, pukul 09.00 WIT, sedangkan gempa susulan berjumlah 1.044 kali.
Namun demikian dilihat dari grafik terjadi penurunan yang signifikan.
Masyarakat diharapkan tidak terpancing dengan isu yang tidak benar atau hoaks terkait dengan adanya gempa besar dan tsunami pascagempa utama pada 26 September lalu.
Baca: Wiranto Minta Maaf, Tak Bermaksud Menyebut Para Pengungsi Korban Gempa Ambon Jadi Beban Pemerintah
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG Daryono menyatakan bahwa sumber gempa dari segmen Sesar Kairatu, berupa sesar mendatar dengan strike relatif dari barat ke timur.
Apabila melihat catatan historis, gempa dan tsumami pernah terjadi pada segmen sesar tersebut, tepatnya pada 30 September 1899 yang saat itu berkekuatan M 7,8. Catatan BMKG gempa dan tsunami ini mengakibatkan sekitar 4.000 orang tewas.
Menurut Daryono, pelajaran yang perlu ditarik dari gempa Maluku bahwa masyarakat perlu mewaspadai jalur sesar aktif.
Selain itu, meskipun gempa dengan magnitudo relatif kecil kekuatannya dapat merusak bangunan. Oleh karena itu, pentingnya bangunan tahan gempa dan tata ruang pantai aman tsunami.
Seiring dengan potensi bahaya di kawasan sesar, evakuasi mandiri dan cara selamat menghadapi gempa perlu dilatihkan dalam upaya kesiapsiagaan terhadap gempa dan tsunami.
Sementara itu, data Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Bencana Gempa Provinsi Maluku per 4 Oktober 2019, pukul 18.00 WIT mencatat korban meninggal 37 orang, luka berat 36, luka ringan 1.231 dan mengungsi 111.490. Jumlah pengungsian terbanyak teridentifikasi di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dengan 65.694 orang, Seram Bagian Barat (SBB) 42.856 dan Kota Ambon 2.940. Data korban meninggal di Kabupaten Malteng 15, SBB 11 dan Ambon 11.
Agus Wibowo, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB mengatakan gempa tidak hanya mengakibatkan korban jiwa tetapi kerusakan infrastruktur.
Pada sektor pemukiman, total rumah rusak berat sejumlah 1.911 unit, rusak sedang 1.802 dan rusak ringan 3.486.
Posko di wilayah-wilayah terdampak melakukan upaya diberbagai sektor, seperti kesehatan personel memberikan bantuan makanan khusus bagi balita (PMT) dan mengidentifikasi makanan tambahan yang dibutuhkan selama di pengungsian.
"Di samping itu, posko mengkoordinir dalam pendistribusian logistik kepada warga terdampak," ujar Agus.
Menurut Agus, selama penanganan darurat, beberapa kendala dihadapi di lapangan.
"Pengungsian yang ada tersebar dan tidak berada pada titik kumpul di masing-masing desa atau dusun," katanya.
"Ini sangat menyulitkan terkait dengan pendataan angka pengungsi dan pendistribusian logistik," Agus menambahkan.
Menurut dia, beberapa jenis logistik diakui masih minim dari yang diharapkan oleh mereka yang masih mengungsi, seperti tenda atau terpal.
Posko mengidentifikasi sejumlah kebutuhan yang masih diperlukan selama penanganan darurat ini, seperti selimut, matras, air minum, air bersih dan kebutuhan logistik kesehatan.
Di sisi lain, kebutuhan personel dengan latar belakang kesehatan juga masih dibutuhkan seperti dokter umum, bidan dan perawat, apoteker dan tenaga psikososial.
"Beberapa kendala lain yaitu terbatasnya sarana dan prasarana dalam distribusi ari bersih, terputusnya akses jalan dan jembatan sehingga mempengaruhi pasokan bahan bakar ke SBB," kata Agus.
Pendataan di berbagai sektor masih terus dilakukan pascagempa, sedangkan di wilayah Malteng terdapat kendala dalam kesulitan komunikasi pengiriman data.