Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Laksana Tri Handoko M.Sc yang saat ini sedang berada di Jepang, tengah menjajaki kerja sama riset dan penelitian dengan berbagai pihak di Jepang.
"Pada kunjungan kali ini kita banyak untuk mencari kerja sama di tengah agenda utama atas undangan Keihanna Science City, yang merupakan Science and Techno Park nasional Jepang. Serta mengikuti STS (Science and Technology in Society ) Forum," ungkap Laksana Tri Handoko kepada Tribunnews.com, Sabtu (5/10/2019).
Setelah itu Kepala LIPI akan mengunjungi pusat riset Toray Industry di Shiga, Jepang karena pihak LIPI saat ini sedang memulai kolaborasi dengan Toray, khususnya terkait material polimer.
"Selain itu juga negosiasi dengan berbagai pihak seperti Kyoto Universitas, Leiden Universitas, dan sebagainya untuk ekspansi kerja sama riset dengan LIPI," kata dia.
Baca: Nawir dan 5 Anaknya Ditinggal Istri Pasca Gempa Palu, Kini Kakinya Patah Jadi Korban Tabrak Lari
Mantan lulusan Universitas Hiroshima dan Universitas Kumamoto tersebut juga menyempatkan diri untuk bertemu dengan para mahasiswa di area Kansai.
"Saat ini LIPI membuka kesempatan bagi para diaspora dengan kualifikasi S3 untuk bergabung menjadi peneliti. Mulai tahun ini lowongan peneliti di LIPI berkualifikasi S3, tidak lagi S1 maupun S2," ujarnya.
Hal tersebut sekaligus sebagai upaya untuk menjadi tempat berkarir bagi para akademisi dan calon akademisi WNI yang masih berada di luar negeri.
"Saya mengakui hal ini merupakan percobaan pertama, dan bahkan Menpan-RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) telah mengubah batas usia maksimal menjadi 40 tahun untuk jalur CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil). Untuk yang di atas itu LIPI, untuk pertama kali di Indonesia, membuka kesempatan melalui jalur PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja)," jelasnya.
Baca: Polda Sulsel Tahan 2 Oknum Polisi Bermasalah Pasca Demo Penolakan RUU KPK
Oleh karena itu Kepala LIPI berharap banyak anak muda yang telah studi ke luar negeri, apalagi yang dibiayai negara seperti LPDP, memiliki pilihan karir di Indonesia sebagai akademisi sesuai kehalian yang sudah diperoleh selama di luar negeri.
"Minimal untuk saat ini, level take home pay peneliti di LIPI selevel Associate Profesor. Jadi cukup kompetitif dengan Malaysia. Meski secara absolut masih sedikit lebih rendah, tetapi posisi permanen, bukan kontrak. Dan tentu bisa hidup lebih layak di Indonesia dengan pendapatan yang serupa," ujarnya.
"Peneliti diaspora melalui jalur CPNS, secara teknis regulasi dapat mencapai level Peneliti Asli Madya, setara Associate Prof, pada tahun ketiga. Sedangkan untuk jalur PPPK bisa langsung di level tersebut," kata Laksana.
Pihak LIPI menurutnya sudah mencoba merekrut diaspora sejak 2015.
"Tetapi mulai tahun ini kita total lakukan secara besar-besaran," ujarnya.