Pengamat : Pengamanan Presiden Perlu Diperketat, Selfie dengan Masyarakat Terlalu Berisiko, Dilematis
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Soleman B Ponto mengatakan agar standar pengamanan Presiden lebih diperketat.
Hal itu menyusul pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginstruksikan untuk mengejar jaringan pelaku penusukan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto.
Soleman mengatakan hal tersebut saat berbicara menjadi narasumber di KompasTV saat membahas peristiwa penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto Kamis (10/10/2019).
Seperti dilansir dari tayangan youtube Kompas TV, menurut Soleman Jokowi selama ini belum pernah mengeluarkan pernyataan sekeras itu.
Sehingga menurutnya, pernyataan Presiden Jokowi akan menancap di dalam alam bawah sadar kelompok jaringan tersebut.
"Setelah beliau baliau barusan kita dengar, 'Kejar sampai dapat', ini akan masuk di otak-otak mereka, dalam alam bawah sadar, ini salah satu musuh kami lahir," tuturnya.
Baca: Pengamat Intelijen, Soleman B Ponto Ungkap Alasan Mengapa Wiranto yang Dijadikan Sasaran Penusukan
Menurutnya, standar prosesdur pengamanan Presiden harus lebih dijalankan lebih ketat.
Lebih lanjut, pengamanan tidak bisa dilakukan seperti yang sebelumnya.
Bahkan, interaksi Presiden kepada masyarakat seperti selfie, menurutnya merupakan tindakan yang terlalu mengambil risiko.
"Kalau itu (selfie) terlalu mengambil resiko mulai hari ini," jelasnya.
Sebelumnya, lanjut ia, interaksi Presiden kepada masyarakat seperti selfie masih bisa dilakukan karena belum ada pernyataan yang secara langsung dapat diartikan menghambat perkembangan kelompok tersebut.
Namun kini dengan adanya pernyataan Presiden tersebut, menurutnya, kelompok tersebut seperti mendapatkan musuh baru.
Lihat Videonya di Menit 02.22.29
Baca: Kepala BIN Ungkap Motif Penikaman Pelaku Terhadap Wiranto Hingga Kesaksian Tetangga Abu Rara
Sementara itu dilansir Tribunnews.com, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menilai saat ini merupakan kondisi yang dilematis terhadap pengamanan pejabat negara.
Seorang pejabat, lanjut dia, akan terkesan jauh dengan rakyat apabila pengamanan terlalu ketat.
Sebaliknya, apabila pejabat dekat dengan rakyatnya, maka pengamanan akan cenderung longgar
"Nah di situ sebenarnya juga harus menjadi perhatian. Tetapi kalau security terlalu ketat nanti jarak sama rakyat jadi jauh kan. Nah ini harus dipikirkan," kata Syarif.
Menurut Syarief, kejadian yang menimpa Wiranto merupakan peringatan kepada semuanya untuk menjaga kewaspadaan.
"Yang jelas ini merupakan warning untuk kita semua," jelasnya.
Ia meminta kepada aparat keamanan agar bekerja keras mengungkap pelaku serta motivasi penusukan Menkopolhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis, (10/10/2019).
"Aparat harus bekerja keras untuk mengungkap cara utuh apa motivasinya ya, dan ini tidak boleh terjadi lagi," kata Syarief.
Ia mengatakan aparat kepolisian harus bisa memberikan rasa aman kepada setiap warga negaranya. Apalagi untuk pejabat negara seperti Wiranto.
Baca: Politikus PAN Minta Kepolisian Ungkap Dalang Penusukan Wiranto
Baca: Politikus Demokrat: Usut Tuntas Penusukan Menkopolhukam Wiranto
Diberitakan sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto mengalami dua luka tusukan yang cukup dalam di perut bagian bawah.
Wiranto ditusuk oleh orang tak dikenal setelah mengunjungi Universitas Mathla'ul Anwar di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019).
Diketahui, pelaku penusukan berinisial SA dan FA.
Berdasarkan foto yang beredar, senjata tajam yang diduga diamankan dari pelaku berjenis Kunai atau yang dikenal juga dengan sebutan pisau lempar.
Dilansir Kompas.com, seorang saksi mata, Madrain (27) menyebut kejadian itu terjadi saat Wiranto turun dari mobil untuk naik helikopter.
"Rombongan berhenti, beberapa orang ikut menjaga Wiranto ketika turun dari mobil, tiba-tiba ada satu orang tidak dikenal menusuk Pak Wiranto,
lalu ada satu orang perempuan lagi bercadar yang berusaha untuk menusuk," kata Madrain, kepada wartawan di Alun-alun Menes, Kamis (10/10/2019).
Pelaku penusukan datang dari belakang kerumunan masyarakat.
Diketahui, total ada empat korban dalam peristiwa penusukan ini.
Yakni Wiranto, Kapolsek Menes Kompol Darianto, mantan sekretaris pribadi (Sespri) Wiranto yang juga ulama Mathla'ul Anwar (MA) Fuad Syauqi dan ajudan Danrem 064/Maulana Yusuf (MY) Serda Yogi Wahono.
(Tribunnews.com/Tio/Ismailfahmi)