TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Kapolda Bali, Irjen Pol Dr Petrus Reinhard Golose memastikan dua terduga teroris, AT (45) dan ZAI (14), sudah lama tinggal di Bali.
Terduga teroris yang merupakan bapak dan anak itu juga bagian dari jaringan Abu Rara (pelaku penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten).
"Sudah beberapa lama sebenarnya mereka (tinggal di Bali) dan semuanya satu jaringan," ujar Irjen Golose kepada awak media di Lapangan Tembak Brimobda Bali, Denpasar, Sabtu (12/10/2019).
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Hengky Widjaja, juga menyatakan kedua terduga teroris ini sudah lama tinggal di Bali.
Baca: Timnas Indonesia Dinilai Diuntungkan Wasit hingga Soal Pencoretan 4 Pemain
"Domisili mereka di daerah (Jalan) Sedap Malam Denpasar. Bapaknya (AT) orang Banyuwangi sedangkan anaknya (ZAI) sudah lahir dan besar di Bali," ujarnya, kemarin.
Irjen Golose menyampaikan, begitu terjadi peristiwa penusukan terhadap Wiranto di Pandeglang, Banten, dirinya langsung mengadakan pertemuan dengan pejabat utama Polda Bali.
Petugas pun melakukan pemantauan terhadap AT dan ZAI.
"Pada waktu kejadian (penusukan Wiranto), kita tahu bersama itu dilakukan oleh kelompok yang berada di jaringan Banten. Dan kita sudah memantau (pergerakan dua terduga teroris yang dibekuk)," imbuhnya.
Jenderal bintang dua di pundak ini menambahkan, pihaknya selalu responsif bukan hanya defensif.
"Target (AT dan ZAI) sudah kita pantau. Karena mereka akan meninggalkan Pulau Bali sehingga kita melakukan apa yang disebut read planning and execution (penangkapan). Itu dilakukan pada pukul 2.35 Wita dua hari yang lalu," ungkap Golose.
Dua terduga teroris AT dan ZAI ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri di Kabupaten Jembrana, pada Kamis (10/10/2019) pukul 02.35 Wita.
Baca: POPULER Viral Tangis Pilu Calon Pengantin Pergoki Calon Suami Perkosa Bridesmaid Jelang Pernikahan
Keduanya diduga akan meninggalkan Bali setelah pergerakannya terpantau petugas kepolisian.
Kenapa mereka diamankan?
Kapolda Golose menyatakan penangkapan dilakukan karena jaringannya (Abu Rara dan istri) melakukan hal yang tidak bisa ditolerir yakni menyerang seorang pejabat tinggi yang menjadi simbol negara.