Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menjadi sorotan atas rencana pemberian sanksi bagi para penunggak iuran.
Nantinya, penunggak iuran bakal kena konsekuensi saat mengurus pelayanan publik mulai dari sertifikat tanah, mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), mengurus paspor hingga Surat Izin Mengemudi (SIM).
Disisi lain, tahun ini, BPJS Kesehatan dibayangi defisit keuangan yang diprediksi hingga kisaran Rp 32 triliiun. Atas kondisi ini, Ombudsman mengharapkan pemerintah menutup defisit biaya BPJS menggunakan anggaran infrastruktur maupun sumber pembiayaan pemerintah yakni cukai rokok.
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini Senin 14 Oktober 2019, Ternyata Ini Hari Baik untuk Taurus yang Jomlo
Baca: Apa Kabar Ira Koesno? Jadi Sorotan Saat Moderatori Debat Pilpres Jokowi vs Prabowo, Begini Kabarnya
Baca: Berbincang 2 jam, Pertemuan Prabowo Subianto dan Surya Paloh Hasil Tiga Kesepakatan
"Jangka pendeknya supaya orang tidak marah, tutup dulu defisit dari sumber pembiayaan pemerintah misalnya cukai rokok," ujar Alamsyah dalam sebuah diskusi bertajuk : BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera, Minggu (13/10/2019) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Tidak hanya itu, Alamsyah juga mengajak semua pihak mengawasi BPJS termasuk pemerintah harus membuka diri.
"Desifit Rp 32 triliun apa sih dibanding dana untuk infrastruktur? Ngapain punya Bandara Kertajati yang sepi kan lebih baik pakai dulu untuk BPJS. Saya memang agak keras untuk ini. Sesuatu yang sudah empirik terjadi dimana-mana, kita abaikan adalah salah," tegasnya.
Alamsyah menjelaskan penutupan defisit BPJS Kesehatan perlu dilakukan segera agar BPJS kembali sehat. Dia juga merasa persoalan defisit bukan hanya tanggung jawab BPJS tapi juga instansi lainnya.