TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Edwin Moniaga, dosen Hukum Tata Negara Universitas Sam Ratulangi Manado mengungkapkan bahwa Perppu bukan solusi utama dalam penyelesaian polemik Undang-Undang KPK.
Apalagi penomoran revisi UU KPK saja belum ada bagaimana mau dorong diterbitkannya Perppu.
Menurut Moniaga sebagai warga Indonesia yang taat asas dan hukum, biarkan saja dulu Undang-Undang ini bergulir.
Sebab ketika UU ini sudah berjalan dan dilihat bahwa ada kejanggalan maka dapat ditempuh jalur yang konstitusional yaitu Judicial Review.
"Silahkan diuji apakah Undang-Undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945, sehingga dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI maka hasilnya akan bersifat final dan mengikat," ujarnya dalam diskusi publik bertema “Jalan Berliku Undang-Undang KPK” pada Selasa (15/10/2019) di Cafe What’s Up Megamas Manado.
Baca: Nasib UU KPK Hasil Revisi: Uji Materi ke MK, Perppu atau Legislative Review?
Beberapa hal dalam UU ini yang dapat diuji dalam judicial review, contohnya yaitu kedudukan KPK yang independensi sebenarnya sederajat dengan lembaga tinggi lainnya tetapi dalam revisi UU KPK diatur bahwa KPK berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Selain itu akademisi Hukum Tata Negara Unsrat ini mengatakan bahwa salah satu hal yang dipersoalkan dalam revisi UU KPK yaitu adanya dewan pengawas KPK.
"Adanya dewan pengawas ini sebenarnya merupakan bagian dari 'check and balance', sehingga jangan sampai keluar dari tujuan pembentukan lembaga ini, jika sampai terjadi 'out of control' maka kekuasaan sulit untuk dibendung," tutur Edwin Moniaga.
Pengamat Politik Dr. Ferry Liando mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo mempunyai beban untuk harus jeli melihat situasi dan kondisi yang sedang terjadi di bangsa ini.
"Jangan sampai langkah yang diambil tidak tepat dan dapat mengganggu kestabilan bangsa ini. Jika saya dan kalian berada di posisi seperti yang Pak Jokowi hadapi saat ini, pasti akan mengambil langkah seperti yang Jokowi lakukan,” ujarnya.
Menurut Liando bahwa sebaik atau sebagus apapun UU KPK yang akan dibuat tidak akan mampu mencegah terjadinya korupsi tetapi terlebih dahulu harus memiliki kesadaran dari diri sendiri tentang efek negatif dari korupsi ini.
"Peran utama dari mahasiswa itu sendiri yaitu ketika kita belajar dan mampu mencegah korupsi," tegasnya.
Tokoh Pemuda Sulut, drg. Hizkia R. Sembel, yang menjadi salah satu pemateri mengungkapkan bahwa mahasiswa dianggap sebagai kaum yang terpelajar dan bergerak secara intelektual.
Dengan kondisi dan situasi bangsa Indonesia saat ini, mahasiswa harus pintar melihat situasi, jangan sampai ditunggangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.