Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti hadir menyampaikan keterangan sebagai ahli dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dalam sidang perkara nomor 105/PUU-XXI/2024, Bambang menjelaskan UU ITE awalnya dirancang untuk mengatur transaksi elektronik dalam konteks bisnis.
Baca juga: Sosok Anandira Puspita, Istri Perwira TNI jadi Tersangka UU ITE, Bongkar Perselingkuhan Suami di IG
Pada saat itu Dewan Pers tidak memberikan komentar terhadap rancangan undang-undang tersebut karena dianggap tidak berkaitan dengan tugas utama lembaga dalam menjaga kemerdekaan pers.
Ia juga menegaskan tidak ada pembahasan soal pencemaran nama baik atau pidana lainnya dalam draft awal UU ITE yang diterima Dewan Pers.
"Sama sekali tidak ada kaitan dengan masalah-masalah menyangkut pencemaran nama baik dan sebagainya di Pasal 27 dan 45 itu tidak ada," ujar Bambang, Rabu (13/11/2024).
Namun, Bambang menyayangkan ketika UU ITE akhirnya disahkan, justru muncul ketentuan pidana yang tidak pernah ada sebelumnya dalam draft awalnya.
"Ketentuan pidana yang ditambahkan belakangan ini nyatanya adalah bagian dari hukum kuno yang tidak cocok manakala dimasukkan dalam peraturan era modern."
Menurutnya, tambahan pasal pidana tersebut tidak sesuai dengan konteks perkembangan masyarakat saat ini, khususnya dalam hal kebebasan berekspresi.
Sebagai informasi, perkara ini diajukan Daniel Frits Maurits Tangkilisan dan Perkara Nomor 115/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Jovi Andrea Bachtiar, Jaksa pada Kejaksaan Republik Indonesia.
Baca juga: Kronologi Anandira Puspita Dijerat UU ITE Usai Viralkan Perselingkuhan Suami di Instagram
Daniel Frits merupakan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Kawal Indonesia Lestari (Kawali) yang merupakan korban UU ITE karena dinyatakan bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jepara.
Pada Mei 2024, Pengadilan Tinggi Semarang membebaskan Pemohon dari dakwaan, namun Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut.
Ia menguji konstitusionalitas norma Pasal 27A, Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat (2), Pasal 45A Ayat (2) UU ITE yang dianggap pasal karet ke MK. Dalam petitumnya, ia meminta agar norma tersebut dikecualikan terhadap Korporasi, lembaga pemerintah, kelompok perseorangan, pejabat publik dan juga figur publik.
Sementara Jovi Andrea saat ini tengah dalam proses hukum atas laporan pengaduan di Kepolisian Resor Tapanuli Selatan atas kritik yang ia sampaikan di media sosial terhadap penyelenggara negara
Dia mengajukan uji materiil terhadap Pasal 310 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat (1), Pasal 45 Ayat (1), Pasal 28 Ayat (3), Pasal 45A Ayat (3), Pasal 45 Ayat (2), dan Pasal 45 Ayat (7) UU ITE.
Jovi meminta agar Mahkamah menyatakan frasa "dilakukan demi kepentingan umum" bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai "termasuk pada kritik terhadap kebijakan pemerintah dan penyelenggara negara agar tidak menyalahgunakan kewenangan terhadap masyarakat".