TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi diminta untuk tidak memberikan kursi kementerian strategis seperti menteri BUMN kepada pengusaha maupun tim sukses yang memiliki konflik kepentingan.
Apalagi Kementerian BUMN adalah kementerian 'basah'.
Kementerian BUMN juga selama ini BUMN cenderung digunakan sebagai ATM dana partai dan kelompok tertentu.
Demikian dikemukanan Pengamat politik anggaran dari Indonesia Budget Center (IBC), Arif Nuralam, di Jakarta, Jumat (18/10/2019) menanggapi rencana pembentukan kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf periode 2019-2024.
"Apalagi memberikan kursi menteri kepada seseorang yang antara perkataan dan tidakan-sikap berbeda. Ini menguatkan bahwa sosok yang tidak konsisten dan integritasnya dipertanyakan," kata Arif Nuralam.
"Jika itu yang terjadi maka sulit diharapkan BUMN hadir sebagai public good dan public services dalam mendorong percepatan kesejahyeraan rakyat, kalau terus jadi perahan partai atau kelompok tertentu," kata Arif menambahkan.
Baca: PDIP Sarankan Jokowi Cek Rekam Jejak Calon Menteri, Jangan Tiba-tiba Mau Nyapres 2024
Maka, lanjut Arif, agar BUMN dikelola lebih baik ke depan seharusnya dipimpin oleh orang profesional atau praktisi yang punya track record semangat anti korupsi.
"Mengapa ini penting? Agar Kementerian BUMN tidak dijadikan tempat berkumpul para rent seeker oleh elite parpol atau elit penguasa," kata Arif.
Karena itu, katanya, Jokowi harus berani tegas. Jokowi sebaiknya menghindari para saudagar yang berpolitik untuk duduk di Kementerian BUMN ini.
"Ini penting disamping untuk menghindari konflik kepentingam, juga para saudagar tidak berlindung diketiak para pengambil kebijakan untuk menjalankan mesin usahanya yang akhir berujung rusaknya sumber daya alam dan negeri tercinta oleh para komprodor kekuasaan," ujarnya.
Memang, kata dia, pengusaha diperlukan dalam mempercepat perubahan. Namun jangan kemudian dia menciptakan bahkan memperkuat oliigarki kekuasaan." Ini yang harus dipertimbangkan matang oleh Jokowi," ujarnya.