Keempat, menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han/111/DIK.01.03/01/09/ 2019, tanggal 27 September 2019 yang menetapkan pemohon untuk dilakukan penahanan oleh termohon terkait dugaan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kelima, memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan seluruh tindakan penyidikan terhadap pemohon sebagaimana adanya Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/ 2019, tanggal 28 Agustus 2019.
Keenam, menyatakan tidak sah segala penerbitan sprindik dan penetapan tersangka lainnya yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka dan penahanan terhadap diri pemohon hingga terbuktinya keterkaitan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Miftahul Ulum dengan pemohon sampai memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Baca: Ciptakan Inovasi-inovasi Pelayanan Kesehatan yang Maksimal
Ketujuh, memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon seketika sebagai tahanan Rutan KPK cabang Pomdam Guntur Jakarta Timur sejak putusan dibacakan.
Kedelapan, menghukum termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.
Diketahui, KPK pada Rabu (18/9/2019) telah mengumumkan Imam dan asisten pribadinya Miftahul Ulum sebagai tersangka. Imam diduga menerima uang dengan total Rp26,5 miliar.
Uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait.