News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kabinet Jokowi

Prabowo Dikritik Seusai Diminta Jadi Menteri: Disebut Tak Banyak Membantu hingga Wibawa Jatuh

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prabowo Subianto mendapat kritikan setelah diminta menjadi Menteri Pertahanan oleh Jokowi: Disebut tak banyak membantu hingga wibawa jatuh.

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, mendapat banyak kritikan setelah diminta masuk dalam Kabinet Kerja Jilid II menjadi Menteri Pertahanan.

Seperti diketahui, Prabowo datang ke Istana Presiden, Jakarta pada Senin (21/10/2019), bersama dengan Edhy Prabowo untuk menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Setelah bertemu Jokowi, Prabowo mengaku ia diminta membantu Presiden dalam bidang pertahanan.

Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto (kiri) didampingi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Edhy Prabowo tiba di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (21/10/2019) sore. Sesuai rencana, Presiden Joko Widodo memperkenalkan jajaran kabinet barunya kepada publik mulai hari ini usai Jokowi dilantik pada Minggu (20/10/2019) kemarin untuk masa jabatan periode 2019-2024 bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

"Saya baru saja menghadap Bapak Presiden yang baru kemarin dilantik. Saya bersama Edhy Prabowo, kami diminta untuk memperkuat kabinet beliau."

"Dan saya sudah sampaikan keputusan kami dari Partai Gerindra, apabila diminta kami siap membantu," kata Prabowo, Senin.

Baca: Calon Menteri Jokowi Kabinet Kerja Jilid II DimintaTandatangan Pakta Integritas Sebelum Dilantik

Baca: Diminta Jadi Menteri, Wishnutama Mengaku Bersedia hingga Posisinya di Kabinet Jokowi Jilid II

"Hari ini resmi diminta dan kami siap membantu. Saya, beliau izinkan menyampaikan, bahwa saya diminta membantu beliau di bidang pertahanan," lanjut dia.

Dirangkum Tribunnews, berikut deretan kritikan yang diterima Prabowo Subianto usai diminta menjadi menteri:

1. Faisal Basri

Ekonom Indef Faisal Basri dalam diskusi di Kedai Kopi, Jakarta, Rabu (14/8/2019). (Ria Anatasia) (Ria Anatasia/tribunnews.com)

Ekonom senior, Faisal Basri, berpendapat masuknya Prabowo Subianto dalam jajaran kabinet membuat kecewa para pendukungnya.

Dilansir Tribunnews Bogor yang mengutip tayangan Layar Demokrasi di CNN, Faisal juga menilai Prabowo tidak akan banyak membantu pemerintahan.

Justru, menurut Faisal, Ketua Umum Partai Gerindra ini akan mengangganggu kepemimpinan Jokowi.

2. Syamsuddin Haris

Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris. (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengarakan Prabowo Subianto seharusnya menolak tawaran Jokowi masuk dalam kabinet.

"Nasionalitas demokrasi, pemilu untuk mewujudkan gagasan demokrasi itu sendiri. Makanya ada kompetisi di dalam pemilu Presiden."

"Yang menang, ya, berkuasa, yang kalah, ya, legowo. Bukan kemudian diajak masuk semua."

"Itu baru demokrasi sehat," tutur Syamsuddin dalam diskusi bertajuk Mencermati Kabinet Jokowi Jilid II, Selasa (22/10/2019), sebagaimana dilansir Tribunnews.

Lebih lanjut, Syamsuddin menutuskan jika semua oposisi masuk dalam koalisi, model negara bukan lagi demokrasi.

Melainkan menjadi integralistik.

"Kalau semua diajak masuk, atau katakanlah posisi tinggal PKS misalnya ini bisa membawa apa yang dicita-citakan oleh Profesor Soepomo pada saat sidang-sidang BPUPKI menjelang 17 Agustus 1945."

"Apa itu? Yaitu model negara integralistik, model negara kekeluargaan, ini sungguh-sungguh mengancam kekeluargaan," terang dia.

"Tentu saja, mestinya Pak Jokowi tidak usah mengajak Gerindra ke kabinet. Semestinya Pak Prabowo dan teman-teman menolak ajakan itu," tandasnya.

3. Rocky Gerung

Rocky Gerung di Padepokan Pencak Silat TMII Jakarta Timur, Jumat (2/8/2019). (tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Rocky Gerung angkat bicara terkait penuturan Prabowo Subianto yang mengatakan diminta membantu pemerintahan di bidang pertahanan.

Ia menilai, seharusnya politik tidak boleh terbagi habis dengan pemerintahan dan partai.

Menurut Rocky, harus ada bagian yang menjadi watchdog agar tidak terjadi kelalaian dalam kekuasaan.

Meski begitu, Rocky Gerung mengaku mengerti Prabowo mengambil sikap pragmatis.

"Saya bicara dengan beliau kemarin dan saya menganggap dia punya pilihan itu. Tetapi sebenarnya saya mau dia di luar koalisi karena saya tau dia punya kemampuan untuk mengkonsepsikan sesuatu."

"Kalau gak ada yang mengkonsepsikan di luar maka Prabowo Subianto menganggap 'saya mau bagi kecerdasan ke Istana', yaudah itu pilihan dia," jelas Rocky Gerung, seperti dikutip Tribun Jakarta dari kanal YouTube tvOne, Selasa.

4. Slamet Maarif

Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif di Gedung DDII, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018). (Tribunnews.com/ Reza Deni)

Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif, memperingatkan Prabowo Subianto agar berhati-hati mengambil keputusan jika menjadi menteri kabinet Jokowi-Maruf Amin agar tidak dipermalukan.

Mengutip Kompas.com, Slamet mengaku khawatir keputusan yang diambil Prabowo bisa merusak reputasinya dan menghancurkan partainya.

"Kami mengingatkan Prabowo Subianto untuk hati-hati, jangan sampai dipermalukan di kemudian hari sehingga akan rusak reputasi beliau dan menghancurkan Gerindra di 2024 nanti," kata Slamet saat dikonfirmasi, Selasa.

Walau begitu, Slamet mengatakan pihaknya tidak akan ikut campur dalam hak pribadi Prabowo.

Ia mengungkapkan hanya bisa mendoakan semoga kehadiran Prabowo di kabinet Jokowi sebagai Menteri Pertahanan ada manfaatnya.

"Jika itu keputusan yang diambil Prabowo menjadi Menhan, kita hanya bisa mendoakan semoga ada manfaat buat pertahanan negara dan rakyat," ungkapnya.

5. Mardani Ali Sera

Wakil Ketua Komisi II Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019). (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, mengungkapkan kekhawatirannya terkait Prabowo Subianto yang menerima penawaran dari Jokowi untuk menjadi menteri di Kabinet Kerja Jilid II.

"Hak pribadi Pak Prabowo. Tapi khawatir ada banyak masyarakat yang kecewa dan akan frustasi yang itu buruk bagi demokrasi," ujarnya kepada Tribunnews, Selasa.

Namun, mantan Wakil Ketua BPN ini mengaku tetap berharap partai dan pendukung Prabowo-Sandi bersama dalam oposisi.

"Dan tetap berdoa dan berharap Partai pendukung Prabowo-Sandi bersama dalam oposisi," kata dia.

6. TB Hasanuddin

Mantan Ajudan Presiden RI ke-3, Mayjen Purn TB Hasanuddin, saat berkunjung ke Redaksi Warta Kota/Tribunnews Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019). Ia bercerita sosok almarhum Presiden RI ke-3, semasa menjadi ajudannya. (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha) (Wartakota/Angga Bhagya Nugraha)

Terkait masuknya Prabowo Subianto dalam Kabinet Kerja Jilid II, politisi PDIP Tubagus (TB) Hasanuddin, mengingatkan Jokowi agar berhati-hati menempatkan calon menterinya.

Satu diantaranya adalah Kementerian Pertahanan.

Dilansir Tribunnews, Hasanuddin juga mengingatkan beberapa daerah masih banyak yang pro-kontra terhadap rencana menempatkan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan.

"Saya pribadi setuju rekonsiliasi karena negara memang tidak bisa diselesaikan oleh satu atau dua kelompok saja," ujar Hasanuddin, Selasa.

"Namun, dalam rekonsliasi juga perlu memperhatikan unsur keadilan. Kalau berbiaca pembagian kekuasaan, maka jangan diberikan pos strategis atau pos yang memiliki elektoral tinggi kepada lawan politik," tuturnya.

"Berilah yang bekas lawan politik, pos menteri yang biasa saja. Kan, kemarin sudah bertempur mati-matian (saat pilpres)."

"Maka, adalah adil kalau yang diprioritaskan kepada mereka yang berkeringat. Berjuang bersama dalam koalisi," imbuhnya.

Lebih lanjut, Hasanuddin mengingatkan kembali posisi Kementerian Pertahanan adalah posisi cukup penting.

"Dan harus jujur juga, pendukung pak Prabowo masih ada yang belum sepakat (mau) bergandengan tangan dengan kelompok pendukung Jokowi."

"Jadi, sekali lagi hal ini perlu difikirkan ulang," tegas Hasanuddin.

7. Poros Benhil Aznil Tan

Masuknya Prabowo Subianto dalam kabinet Jokowi dinilai Koordinator Relawan Jokowi, Poros Benhil Aznil Tan, membuat sistem demokrasi tidak akan sehat.

Pasalnya, Prabowo diketahui menjadi lawan Jokowi dalam dua kali pemilihan presiden.

"Itu tidak sehatlah demokrasi dengan hadirnya Prabowo dalam kabinet," ujar Aznil saat dihubungi Kompas.com, Selasa.

"Capresnya kok masuk ke dalam pemerintahan, itu enggak sehat pemerintahan nantinya, nanti goyang pihak oposisi, lemah pihak oposisi," tambahnya.

Tak hanya itu, Aznil juga membahas soal Prabowo yang dianggapnya terlibat kasus pelanggaran HAM pada 1998.

"Prabowo itu adalah pelanggar HAM, harus tuntaskan dulu, harus clear-kan dulu," tandasnya.

8. Novel Bamukmin

Novel Bamukmin di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/11/2018). (Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)

Langkah Prabowo Subianto merapat menjadi koalisi pendukung pemerintah disayangkan juru bicara PA 212, Habib Novel Bamukmin.

Novel menilai, sebaiknya Prabowo tetap menjadi oposisi agar mendapat kehormatan dari pendukungnya saat Pilpres 2019.

Lebih lanjut, Novel menilai wibawa Prabowo akan jatuh jika menerima tawaran Jokowi menjadi menteri.

"Apalagi posisi kalau benar Prabowo jadi menteri benar-benar sangat menjatuhkan wibawa," kata Novel saat dikonfirmasi Tribunnews, Selasa.

"Sejatinya Prabowo wajib menjadi oposisi saja, dengan begitu posisi Prabowo sangat terhormat dan disegani baik kawan maupun lawan," imbuhnya.

Tak hanya itu, Novel menganggap keputusan Prabowo bisa menyakiti para pemilihnya di Aceh dan Sumatera Barat.

Diketahui, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang telak di dua daerah tersebut saat Pilpres 2019.

Baca: Profil 7 Nama yang Nyatakan Siap Jadi Menteri Kabinet Jokowi Jilid II, Mahfud MD hingga Prabowo

Baca: Prabowo Jadi Calon Menhan, Gerindra: Prabowo Sosok Tentara Cerdas dan Punya Jaringan Kuat

Novel juga mengungkapkan, Prabowo sudah meninggalkan ulama sejak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Semua itu terjadi karena tindakan Prabowo sudah berani meninggalkan ulama dari saat MK mengetuk palu atas hasil arogan."

"Sampai hari ini Prabowo tidak menjalin silaturahmi lagi dengan ulama maka jelas fatal akibatnya dengan ditinggalkan oleh pemilihnya karena penghianatan yang dilakukan oleh Prabowo dan Gerindra-nya," tuturnya.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Tribun Jakarta, Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini