TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Internasional Ogiandhafiz Juanda menyampaikan apakah ada pelanggaran HAM dalam aksi demonstarasi mahasiswa yang dapat diajukan di Mahkamah Internasional?
Tentu dalam konteks nasional, demonstrasi adalah salah satu konsekuensi kita memilih bentuk negara yang demokrasi.
Demonstrasi itu diberikan sebagai sebuah kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin Undang-Undang.
"Kita menyampaikan pendapat di muka umum, diperbolehkan, dalam demonstrasi, sebagai sebuah kebebasan dimana demonstrasi adalah hak berdaulat yang istimewa dan konstitusional dijamin undang-undang Dasar 1945 pasal 28 yang memberikan jaminan tentang kebebasan menyampaikan pendapat," ujar Pakar Hukum Internasional Ogiandhafiz Juanda, dalam Diskusi Opini Live MNC Trijaya FM, bertajuk "Aksi Mahasiswa dan HAM", di D'consulate and Lounge, Jakarta, Jumat (25/10/2019).
Baca: Tahi Lalat Gisella Anastasia dan Wanita Pemeran Video Syur Disorot, Kekasih Wijin Diminta Buktikan
Dunia internasional menjamin hak sipil dan politik, artinya bawa terhadap pelaksanaan demonstrasi damai, namun jika dalam konteks bertengkar maka hal itu tidak dapat dibenarkan.
"Sehingga dalam pelaksanaan demonstrasi tetap harus ada dalam koridor batasan-batasan. Bagaimana kewenangan aparat penegak hukum untuk menanggapi aksi demonstrasi tentu dia punya Perkapolri yakni Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 7 tahun 2012, dimana dalam rangka menangani demonstrasi tidak boleh melanggar HAM," ujarnya.
Selain itu, para mahasiswa dan Polri juga tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan seperti pemukulan dan pengeroyokan.
Menurutnya, aksi demonstrasi harus dilakukan secara benar dan adil, jika terbukti melakukan pelanggaran dengan aksi kekerasan tentu harus diproses secara hukum.
Dalam aksi demonstrasi dimana aparat penegak hukum melindungi dirinya, tetap harus ada batasan-batasanya.
Dalam konteks hukum internasional bahwa ada tidaknya pelanggaran HAM, tentu tidak semudah yang dibayangkan karena ini sangat sensitif sekali dalam dunia internasional.
Pelanggaran HAM di Indonesia ada dua jenis yakni genosida yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Apakah kekerasan yang dilakukan oleh pihak aparat sebagai satu pelanggaran HAM tentu membutuhkan suatu analisa dan penelitian yang panjang.
"Tentu saya akan bertanya kembali, apakah mahkamah internasional atau mahkamah pidana internasional yang kita kenal itu harus di beri kewenangan untuk menyelesaikan perkara atau sengketa yang terjadi antar negara. Sangat sulit sekali kalau kita ingin kasus penyerangan aparat bisa dibawa ke Mahkamah Internasional dan sebaiknya di kesampingkan," katanya.
Sementara itu, Pakar Hukum Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, beberapa oknum kepolisian yang diperiksa terkait pelanggaran dalam aksi demonstrasi mahasiswa itu harus diteruskan ke peradilan umum.
"Demonstrasi bukan pelaku kejahatan, karena demonstrasi dijamin Undang-Undang dan tidak melanggar HAM. Tiga bulan demonstrasi di Hongkong tidak terjadi apa-apa itu artinya ada kedewasaan dengan menyeimbangkan dua kepentingan," terangnya.
"Polisi jangan menempatkan demonstran sebagai pelaku kejahatan," tambahnya.
Menurut Pakar Hukum Razman Nasution, tidak semua persoalan harus dibawa ke dunia internasional. Karena, akan mengurangi kepercayaan terhadap lembaga hukum.
"Demonstrasi sebaiknya dilakukan dengan cara-cara dialogis yang baik.Tidak berarti Polisi benar, maka dari itu ada Kapolda Kendari yang dicopot. Demonstrasi harus dilakukan dengan baik dan polisi juga lakukan protap yang benar," kata Razman.