Buku-buku sejarah justru banyak mengisah sepak terjang politik perjuangan adiknya, Soekiman Wirjosandjojo (1898-1974).
Selain tokoh Masyumi, Soekiman (adiknya) memang berhasil mencapai puncak karir politik sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-6 yang memimpin Kabinet Soekiman (27 April 1951 – 3 April 1952).
Meski demikian, kontribusi kebangsaan Sang Kakak tidak kalah gemerlap dari adiknya.
Sebab, kendati tak mencapai karir politik tertinggi, namun Satiman-lah yang berdiri di baris terdepan kebangkitan nasionalisme pemuda Hindia Belanda.
Saat masih duduk di bangku kuliah kedokteran STOVIA, Satiman yang acapkali menakali aturan-aturan sekolah yang diskriminatif pada pelajar pribumi, berinisiatif mendirikan perhimpunan pelajar Hindia bernama Tri Koro Dharmo.
Bersama dua kawan karibnya, Kadarman dan Soenardi, Satiman mendirikan Tri Koro Dharmo.
Ia sendiri menjadi ketua umum pertama himpunan pemuda pelajar yang resmi didirikan 7 Maret 1915 tersebut.
Sejumlah alasan kebangsaan melatarbelakangi kemunculan Tri Koro Dharmo yang kala itu menyempit pasca berkuasanya kaum tua dalam organisasi Boedi Oetomo sehingga membawa organisasi terakhir tetap Jawa sentris (Abu Hanifah, 1975).
Baca: Peringati Hari Sumpah Pemuda, Ribuan Pelajar di Surabaya Kirab Bendera Sepanjang 2.000 Meter
Baca: Di Bulan Peringatan Sumpah Pemuda, Tim Bulu Tangkis Indonesia Sumbang Emas di BWF Tour
Tri Koro Dharmo
Dilansir dari buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013) melalui Kompas.com, ada bebrapa informasi terkait organisasi Tri Koro Dharmo.
Organisasi tersebut merupakan perkumpulan pelajar yang berdiri pada 7 Maret 1915.
Anggotanya didapat dengan menjaring pelajar bumiputra yang berasal dari perguruan dan sekolah-sekolah yang ada di Jawa.
Pelajar dari Jawa dan Madura menjadi inti dari perkumpulan ini.
Tri Koro Dharmo yang secara bahasa memiliki makna tiga tujuan mulia (sakti, bukti, bakti), menginginkan sebuah perubahan dari cara pandang pemuda akan kondisi yang terjadi di Indonesia.