TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menemukan sejumlah caleg terpilih yang digantikan dengan caleg lain atas pertimbangan partai, tidak diberikan kesempatan membela diri.
"Beberapa hal kami temukan tidak memberikan kesempatan kepada caleg yang dipecat untuk membela diri," kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).
Baca: Komentar Demokrat soal Tudingan Megawati Dendam pada SBY, Tak Pernah Katakan Ketum PDIP Halangi AHY
Titi Anggraeni kemudian menyoroti perlakuan pemecatan kader yang berbanding terbalik dengan rekrutmen parpol.
"Kalau rekrutmen parpol aja harus dilakukan secara terbuka dan demokratis, maka ketika memberhentikan seorang anggota yang notabene adalah caleg terpilih itu juga harus dilakukan lebih terbuka dan demokratis," tegas Titi Anggraeni.
Bahkan kata Titi, berdasarkan riset yang dilakukan pihaknya, ada caleg terpilih dipecat oleh partai tanpa diberikan alasan.
Hal ini dianggap tidak sejalan dengan tata kelola parpol yang demokratis dan mengedepankan pengelolaan organisasi modern.
Jika tindakan serupa terus dilakukan parpol, maka bukan tidak mungkin akan berujung pada makin menguatnya ketidakpercayaan publik terhadap institusi partai.
"Kalau partai mengambil langkah yang tidak sejalan dengan suara rakyat sangat disayangkan, dan kemudian bisa berakibat pada makin kuatnya ketidakpercayan publik kepada institusi partai," ujar dia.
Baca: Presiden Jokowi Telah Kantongi Nama Anggota Wantimpres, Moeldoko: Mayoritas Profesional
Atas hal ini, Perludem berharap KPU bisa punya sikap tetap konsisten menghormati suara yang sudah diberikan oleh para pemilih sekaligus mengedepankan upaya tindaklanjut yang akuntabel, transparan, dan demokratis.
"Kami harap KPU untuk beberapa daerah yang belum dilakukan pelantikan karena adanya intervensi ataupun alasan pemecatan partai, KPU tetap konsisten untuk menghormati suara yang sudah diberikan oleh pemilih," pungkas Titi Anggraeni.
Soal subtitusi caleg
Titi Anggraeni menilai tindakan kesewenangan yang dilakukan partai politik dengan mengganti caleg terpilih mereka dengan yang dikehendaki sangat mencederai rasa keadilan.
Hal tersebut juga bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam konstitusi.
Baca: Telah Diterapkan, Begini Realisasi 7 Inisiatif Pengendalian Kualitas Udara Ala Pemprov DKI
Berdasarkan Pasal 420 UU Nomor 7 Tahun 2017, dijelaskan penetapan perolehan jumlah kursi tiap parpol dilakukan dengan ketentuan membagi suara sah setiap parpol dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3;5;7; dan seterusnya.
Hasil pembagiannya diurutkan berdasarkan nilai suara terbanyak. Nilai terbanyak pertama mendapat kursi pertama, terbanyak kedua dapat kirsi kedua, dan seterusnya sampai jumlah lursi di dapil habis terbagi.
"Tindakan yang sewenang-wenang memberhentikan caleg terpilih adalah sangat mencederai rasa keadilan dan bertentangan dengan konstitusi kita," ungkap Titi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).
Menurut Titi, kedaulatan sesungguhnya berada di tangan rakyat, dan rakyat pun punya kehendak siapa yang mereka inginkan untuk duduk di kursi DPR maupun DPRD.
Baca: Amien Rais Tahan Diri untuk Komentari Kabinet Jokowi-Maaruf: Harus Adil dan Sportif
Sehingga semestinya parpol yang menjadi kendaraan politik para caleg tidak sewenang-wenang mengganti begitu saja caleg dengan perolehan suara terbanyak.
"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan rakyat sudah menghendaki siapa yang mereka inginkan duduk di kursi DPR dan DPRD. Mestinya imi tidak dicederai," jelas dia.