News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kabinet Jokowi

Komentari NasDem Bertemu PKS, PDIP: Posisi Parpol Hanya Dua, Koalisi atau Oposisi

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kiri) berpelukan dengan Presiden PKS Sohibul Iman (kanan) usai mengadakan pertemuan di Kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi kebangsaan dan saling menjajaki untuk menyamakan pandangan tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Arif Wibowo menilai bahwa partai NasDem tidak bisa melakukan proses check and balances terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Sebagai partai pemerintah, Partai NasDem tidak bisa berada di dua posisi, yakni koalisi dan oposisi.

"Posisi masing-masing Parpol hanya dibagi dalam dua posisi, koalisi pemerintahan pendukung Presiden-wakil Presiden dan koalisi di luar pemerintahan. Jadi check and balance itu saya kira praktik yang tidak diterapkan dalam demokrasi kita," kata Arif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (30/10/2019).

Sistem pemerintah di Indonesia bukanlah demokrasi liberal yang mana Partai Politik bisa berada di dalam dua posisi.

Sistem pemerintahan di Indonesia dibangun berdasarkan asas musyawarah mufakat dan gotong royong. Sehingga menurutnya proses check and balances tersebut hanya bisa dilakukan partai-partai di luar pemerintahan.

"Ya seharusnya mereka-mereka yang ada di luar pemerintahan, bukan yang di dalam pemerintahan. Karena itu kritiknya lebih bersifat teknis ketimbang pokok-pokok kebijakan," katanya.

Baca: Menko PMK Ajak Menterinya Bentuk Desk Papua

PDIP menurutnya tidak dalam posisi melarang partai koalisi komunikasi dengan partai di luar pemerintahan.

PDIP hanya mengingatkan bahwa komunikasi yang dilakukan harus tetap dalam batasan atau koridor.

"(Komunikasi) itu otonomi masing-masing partai semua partai prinsipnya boleh saja berkomunikasi tapi mesti sadar, tahu dan paham batas-batas dari komunikasi menyangkut substansi komunikasi," katanya.

Sebelumnya, Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersepakat berjuang bersama-sama dalam memperkuat fungsi pengawasan di DPR RI.

Kesepakatan itu tertuang dalam pertemuan antara Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh beserta jajaran DPP partainya dan Ketua Umum PKS Sohibul Iman beserta jajaran DPP partainya, di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2019).

Pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam itu, menghasilkan tiga kesepakatan NasDem-PKS.

Sekretaris Jenderal PKS Mustafa Kamal pun membacakan hasil kesepakaran dimana kedua partai menghargai pilihan politik masing-masing tapi tetap berjuang bersama memperkuat demokrasi.

"Pertama, saling menghormati sikap konstitusional dan pilihan politik masing-masing partai. Partai NasDem menghormati sikap dan pilihan politik PKS untuk berjuang membangun bangsa dan negara di luar pemerintahan. Di saat yang sama, PKS juga menghormati sikap dan pilihan politik NasDem yang berjuang di dalam pemerintahan," kata Mustafa Kamal.

"Perbedaan sikap politik kedua partai tersebut tidak menjadi penghalang bagi NasDem dan PKS untuk berjuang bersama menjaga demokrasi agar tetap sehat dengan memperkuat fungsi checks and balances di DPR. Demokrasi yang sehat itu penting untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, baik di bidang politik, ekonomi, keagamaan, pendidikan, kesehatan, budaya dan lainnya," tambahnya.

Kesepahaman kedua antara PKS dan NasDem, kata Mustafa, adalah soal kedaulatan NKRI.

PKS-NasDem tidak akan memberi tempat untuk gerakan separatisme, terorisme hingga radikalisme.

"Serta tidak memberikan tempat kepada tindakan separatisme, terorisme, radikalisme, intoleransi, dan lainnya yang bertentangan dengan 4 konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Mustafa.

Ketiga, lanjut Mustafa, PKS-NasDem menyadari bangsa ini diperjuangkan oleh para pendiri bangsa dari kelompok nasionalis dan kelompok Islam.

"generasi penerus dari 2 komponen bangsa tersebut harus mampu menjaga warisan sejarah pendiri bangsa ini dengan saling menghormati saling memahami dan saling bekerja sama dalam rangka menjaga kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan partai atau golongan," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini