News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Terkait Istilah Manipulator Agama yang Diusulkan Presiden Jokowi, Wasekjen MUI Sebut Tidak Tepat

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Fathul Amanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Amirsyah Tambunan dalam acara Dialog tvOne dengan tema Menyoal Manipulator Agama

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan istilah radikalisme diganti menjadi manipulator agama. 

Terkait usulan tersebut, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menilai penggunaan istilah itu tidak tepat.

Dilansir tayangan YouTube tvOneNews, Jumat (1/11/2019), Amirsyah Tambunan menilai ada dua hal yang perlu dicermati.

Pertama, penggunaan diksi radikalisme perlu hati-hati supaya tidak muncul kesalahpahaman.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid (tengah) didampingi Wasekjen MUI Amirsyah Tambunan (kiri), Ketua Bidang Infokom MUI Masduki Baidowi (kedua kiri), Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Ikhsan Abdullah (kedua kanan) dan Wakil Ketua Komisi Hukum Ikhsan Abdullah (kanan) saat memberikan keterangan kepada wartawan terkait penghinaan Ketua Umum MUI di persidangan Ahok di Gedung MUI, Jakarta, Kamis (2/2/2017). Dalam konferensi pers tersebut pihak MUI menyesalkan pernyataan terdakwa dugaan penistaan agama Basuki Tjahja Purnama kepada Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dan meminta KY untuk menegakkan kode etik dalam pemeriksaan pengadilan dan MA untuk intesif pengawasan persidangan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Radikalisme paham yang berdasarkan akar," ujar Amirsyah dalam tayangan yang diunggah YouTube tvOneNews, Jumat (1/11/2019).

"Kalau dalam ilmu filsafat radik itu masih positif. Tetapi kalau akar kekerasan digunakan, dalam pengetahuan umum yang kita lihat mampu mengubah situasi ekonomi, politik, sosial, dan budaya menjadi negatif," tutur Amirsyah.

Kedua, diksi manipulator agama adalah manipulasi yang artinya orang-orang yang menyalahgunakan agama.

Menurut Amirsyah, istilah tersebut tidak tepat karena masih banyak istilah atau diksi yang lebih soft yang bisa digunakan untuk menyebut orang-orang yang melakukan penyimpangan dalam kehidupan beragama.

Menurutnya, kehati-hatian dalam pemilihan diksi harus diperhatikan karena isu agama adalah hal yang sangat sensitif.

Amirsyah menambahkan, jika ada perilaku yang kurang tepat dari umat beragama jalannya adalah memberi bimbingan, edukasi dan memberi pengertian.

Lebih lanjut Amirsyah menjelaskan, kesadaran tingkat beragama lebih penting supaya dapat memberikan pemahaman sekaligus praktik beragama yang tepat.

Amirsyah juga menekankan untuk dilakukan penelitian terlebih dulu sejauh mana penyebab perilaku beragama yang menyimpang dengan praktik-praktik terorisme dan kekerasan.

Saat ditanya soal pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang, Amirsyah menuturkan jika kita tidak boleh menggeneralisasi itu sebagai penganut paham radikalisme.

"Penggunaan cadar dan celana cingkrang tidak boleh menggeneralisir bahwa mereka menganut paham radikalisme," ujar Wasekjen MUI.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini