Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga cuplikan video yang menayangkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang diputar dalam sidang permohonan praperadilan Imam Nahrawi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2019).
Video tersebut diputar saat sidang dengan agenda mendengarkan pendapat ahli yang dihadirkan Kuasa hukum, Imam Nahrawi.
Video pertama menunjukan pimpinan KPK menyatakan mengembalikan pengelolaan KPK kepada Presiden RI dan menunggu perintah Presiden terkait masa penugasan mereka pada 13 September 2019.
Baca: Pertanyakan Sosok Sandy yang Tak Dihadirkan Sebagai Saksi, Kriss Hatta: Kenapa Dibikin Gaib
Usai memutar video tersebut, anggota kuasa hukum Imam Nahrawi, Soleh, bertanya kepada ahli hukum tata negara soal pendapatnya mengenai pernyataan pimpinan KPK tersebut.
Kuasa hukum Imam Nahrawi ingin menggali makna di balik pertanyaan tersebut berdasarkan pendapat Ahli Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi.
Rullyandi mengatakan bahwa pernyataan pimpinan KPK tersebut dapat dimaknai sebagai pengunduran diri karena dilakukan dengan kesadaran tidak ingin mengelola.
Baca: KPK Buka Satu Koper Berisi 111 Bukti di Sidang Praperadilan I Nyoman Dhamantra
Rullyandi bahkan menyamakannya dengan pidato pengunduran diri Presiden Soeharto yang menyatakan berhenti sebagai presiden republik Indonesia.
Dalam video kedua, tim kuasa hukum Imam juga menayangkan berita terkait pengunduran diri Saut Situmorang yang dipublikasikan pada 13 September 2019.
Kemudian video ketiga, menampilkan cuplikan Saut Situmorang usai konferensi pers pimpinan KPK pada 13 September 2019.
Dalam kesempatan tersebut Saut Situmorang menyatakan kehadirannya dalam rangka berkunjung bukan kembali ke KPK.
Baca: Usul Pimpinan KPK Mengenai Sosok Dewan Pengawas yang Akan Ditunjuk Jokowi
Dari ketiga video tersebut Rullyandi berpendapat kepemimpinan KPK merupakan kolektif kolegial yang dimaknainya sebuah keputusan termasuk penetapan tersangka tidak bisa diputuskan jika tidak disetujui lima pimpinan KPK.
Sehingga menurutnya, penetapan tersangka setelah tanggal 13 September 2019 adalah tidak sah karena tidak disepakati lima pimpinan KPK.
"Sejak saat itu maka jabatan yang diembannya tidak lagi melekat pada atas nama Agus Rahardjo sebagai ketua KPK. Oleh karena itu segala tindakan dia adalah, saya katakan Ketua KPK ilegal," kata Rullyandi.
Dalam persidangan, Soleh sempat menyinggung bilaImam Nahrawi sendiri ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK pada 27 September 2019.