Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pemerintah terus fokus dalam menurunkan angka penderita stunting yang ditargetkan di bawah 20 persen.
Saat ini pemerintah pun telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 60 triliun untuk mengatasi permasalahan ini, bahkan dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf ini, sinergi dilakukan lintas kementerian.
Perlu diketahui, stunting merupakan kondisi di mana seorang anak memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan bahwa isu stunting ini menjadi fokus pemerintah karena bisa memberikan dampak negatif terhadap visi Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Baca: Maruf Amin Ingin Adanya Terobosan untuk Tingkatkan Penerimaan Zakat
Baca: Bertolak ke Bandung, Wapres Dijadwalkan Buka Forum Konferensi Zakat Dunia 2019
Pembangunan SDM merupakan salah satu fokus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat menyampaikan bahwa untuk mendorong peningkatan perekonomian menuju Indonesia Maju, tentunya Indonesia membutuhkan SDM unggul.
SDM unggul itu bisa diciptakan tidak hanya melalui pemberian pendidikan serta vokasi terkait berbagai bidang serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) saja, namun juga pemerintah harus memastikan agar generasi muda tidak mengalami stunting.
"Stunting itu menjadi sangat penting karena bagaimana Sumber Daya Manusia bisa unggul, kalau kita stuntingnya masih tinggi?," ujar Ma'ruf saat ditemui di Pangkalan Udara TNI AU Husein Sastranegara, Bandunh, Selasa (5/11/2019).
Oleh karena itu ia menegaskan bahwa koordinasi akan dilakukan hingga meluas ke seluruh lapisan masyarakat melalui koordinasi dengan lintas kementerian yang membawahi berbagai lembaga terkait.
"Karena itu harus kita minimalkan, kalau bsia kita hilangkan. Nah ini perlu juga adanya koordinasi sampai ke bawah, anggarannya sendiri sudah cukup besar ya sekitar Rp 60 triliun APBNnya itu," jelas Ma'ruf.
Ia menilai koordinasi dan konvergensi sangat penting agar program pemerintah yang membidik penanganan terhadap stunting ini bisa tepat sasaran.
"Karena itu, memang ini perlu juga ada koordinasi, perlu ada konvergensi tentang anggaran ini supaya tepat sasarannya, kemudian supaya di bawah itu terkoordinasi dengan baik," kata Ma'ruf.
Sebelumnya, Wapres Ma'ruf mengatakan bahwa untuk menuju Indonesia Maju yang memiliki SDM Unggul, tentunya negara ini harus terbebas dari stunting.
Sehingga ia berharap melalui koordinasi dengan lintas kementerian, pemerintah bisa mengurangi persentase penderita stunting menjadi di bawah 20 persen.
"Kita membangun Indonesia SDM yang unggul, itu tentu juga harus bebas dari stunting, atau paling tidak kita turunkan dari yang sekarang masih 27 koma sekian persen, untuk kita turunkan sampai kalau bisa kurang dari 20 persen," ujar Ma'ruf, di Kantor Wakil Presiden, Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (1/11/2019).
Koordinasi dengan sejumlah kementerian pun dilakukan, mulai dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Bappenas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan diharapkan mampu mengefektifkan penggunaan anggaran ini.
"Kita bersama Bappenas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, nanti akan melakukan koordinasi kerja bareng, tidak sendiri-sendiri, tidak sektoral, tapi kerja yang terintegrasi sehingga sasarannya supaya bisa tercapai," kata Ma'ruf.
Sementara itu pada kesempatan lainnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjelaskan bahwa hingga saat ini pihaknya terus menggalakkan sosialisasi kepada para keluarga.
Ia mengatakan bahwa BKKBN berfokus pada penjagaan jarak terhadap lahirnya anak.
Untuk mencegah terjadinya stunting, dalam satu keluarga tentunya harus menjaga jarak lahir antara anak pertama dengan anak yang akan lahir berikutnya.
Hal itu menjadi syarat mendasar yang sangat penting agar anak bisa lahir dalam keadaan normal.
"Ya kalau kami kan ada di hulunya, jadi kami penting sekali untuk mengkondisikan agar tidak stunting. Itu salah satu syarat penting basicnya adalah jarak anak, birth to birh interval," ujar Hasto, kepada Tribunnews di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
Ia kemudian menambahkan, sesuai standar rekomendasi dari World Health Organization (WHO), jarak kelahiran dari anak pertama dan kedua itu harus mencapai jumlah 36 bulan.
"Jadi ketika jarak anaknya itu normal, sesuai rekomendasi WHO 36 bulan, ternyata stuntingnya menurun," jelas Hasto.
Oleh karena itu, kata Hasto, BKKBN saat ini menyiapkan agar para keluarga khususnya para ibu menunda kehamilan mereka hingga mencapai masa 36 bulan.
Tentunya ini disarankan bagi para ibu yang sebelumnya telah melahirkan anak pada rentang waktu tersebut.
"Makanya sekaran ini pasangan usia subur, kita siapkan supaya jangan hamil kalau jaraknya belum 36 bulan. Saya kira itu salah satu modal utama dulu," kata Hasto.
Jika masa kelahiran pertama telah mencapai waktu 36 bulan atau sekitar 1.000 hari, maka para ibu ini sudah berada dalam kondisi aman untuk kembali hamil.
"Setelah itu kemudian baru pada saat kehamilan, pada saat persalinan sampai pada 1.000 hari kehidupan itu (bisa hamil lagi)," pungkas Hasto.