TRIBUNNEWS.COM - Budayawan Sujiwo Tejo menyoroti tema yang disuguhkan Karni Ilyas dengan lugas saat hadir sebagai narasumber di Indonesia Lawyer Club (ILC), Selasa (5/11/2019).
Tema ILC kali ini adalah 'Apa dan Siapa yang Radikal?'.
Sujiwo Tejo mengkritik beberapa hal terkait larangan penggunaan cadar, dan celana cingkrang.
Dilansir dari YouTube ILC, acara tersebut membawa sejumlah narasumber yang turut hadir bersama Sujiwo Tejo, di antaranya ada Mahfud MD, Irfan Idris, Guntur Romli, Hamka Haq, Aboe Bakar Al Habsyi, termasuk Wasekjen MUI KH Zaitun Rasmin, hingga Imam Nakha'i.
Malam itu, Sujiwo Tejo menyatakan semua orang harus bersikap ekstrem.
"Semua orang harus ekstrem," tegasnya.
Dari hal-hal dan sikap yang ekstrem, masyarakat dapat menonton wayang yang bagus.
"Harus ekstrem karena masyarkat dapat tonton wayang yang bagus," ujarnya.
Sikap ekstrem yang dituturkan oleh Sujiwo Tejo sama halnya cinta suami dan istri.
Menurut Sujiwo Tejo, cinta suami dan istri bukan cinta kalau hanya eksklusif.
"Cinta suami istri bukan cinta kalau hanya eksklusif, cinta suami istri baru bernama cinta kalau menumbuhkan cinta untuk sesama. Cinta untuk sesama itu melalui karya bagi sesama, itu wujud cinta saya kepada istri. Harus ekstrem," tambahnya.
Baca: Kata Sujiwo Tejo Soal Polemik Larangan Penggunan Cadar di ILC: Jangan-jangan Ini Test Daughter?
Komentar Sujiwo Tejo juga menyebutkan mengenai manipulator agama.
Sujiwo Tejo berpendapat, manipulator agama adalah oknum politisi yang setiap kali kampanye membawa-bawa atribut agama..
"Sekarang manipulator agama itu politisi, yang setiap kali kampanye itu pakai haji, pakai kopyah itu dibuat di billboard itu memanipulasi agama itu," tuturnya.
Sujiwo Tejo kembali menerangkan, terkait manipulator agama.
Ada nama kenalan Sujiwo Tejo yang disebut.
Baca: SERU! Siaran Langsung ILC tvOne, Tema: Apa dan Siapa yang Radikal? Sasar Celana Cingkrang & Cadar
Sayangnya dari pantauan Tribunnews.com kurang jelas mendengar nama yang disebut oleh Sujiwo Tejo.
Sujiwo Tejo mengatakan, ketika kenalannya yang sekarang sudah meninggal tersebut melihat tentara memakai peci, kenalannya menuturkan merasa sedih.
Juga ketika kenalannya melihat oknum polisi mengenakan peci, kenalannya juga merasa sedih.
"Ketika dia sudah melihat tentara pakai peci, itu sedih. Polisi jangan menyimpulkan satu agama tertentu," ujarnya.
Sujiwo Tejo menegaskan oknum tentara dan oknum polisi jangan menyimpulkan satu agama tertentu agar tidak terlihat memanipulasi agama.
Jangan Anti Pancasila
Budayawan yang gemar memakai sarung tersebut kemudian menambahkan argumennya ketika melihat sosok narasumber Irfan Idris dan Iman Nakha'i.
"Saya tadi melihat Irfan Idris, Imam Nakha'i boleh pakai cingkrang, celana cingkrang, boleh pakai cadar, yang penting jangan anti pancasil," tegasnya.
Sujiwo Tejo memberikan kritik yang tegas mengenai hal tersebut.
"Pertanyaan saya sekarang, Pancasila itu ada nggak sih? Bagi saya sekarang, Pancasila itu nggak ada," tuturnya.
Sujiwo Tejo hanya melihat gambar garuda, dan teks pancasila saja.
Baginya, amalan pancasila sudah tidak ada.
Baca: Pasang Gambar Cadar dan Celana Cingkrang, Topik ILC TVOne: "Apa dan Siapa Yang Radikal?"
"Bagi saya nggak ada, jujur. Yang ada itu gambar burung garuda pancasila dan teks Pancasila Siapa yang mau anti sama sesuatu yang nggak ada?" tanyanya.
Bagi Sujiwo Tejo, tidak ada lagi pancasila karena rakyat menderita.
"Kalau pancasila ada, air kita nggak beli. Lapangan kerja gampang. Perusahaan-perusahaan saldonya Rp 0, karena tidak mengejar keuntungan," ujarnya.
Hal tersebut dianalogikan Sujiwo Tejo mirip pasangan suami dan istri yang menikah, namun tidak tinggal satu rumah dan tidak pernah mengobrol.
Namun, pasangan suami dan istri tersebut bicara kepada anaknya untuk jangan anti pernikahan.
Baca: Proyeksi UMK Terendah di Pulau Jawa, Termasuk di Kabupaten Garut hingga Gunungkidul
"Inikan kaya orang sudah menikah, suami istri menikah, nggak serumah, nggak seranjang, nggak ngobrol. Terus ngomong sama anaknya 'kamu jangan anti pernikahan'. Itu bukan pernikahan, kertas nikahnya ada. Makanya, jangan radikal ngomong anti Pancasila, Pancasilanya endi (mana)?" tegasnya.
Radikalisme juga Sujiwo Tejo ibaratkan orang sembahyang.
"Banyak orang sembahyang, tapi sembahyangnya nggak ada. Sembahyang tapi nonton film, yang belakang silau. Sembahyang tapi buang sampah sembarang, sembahyangnya nggak ada. Dia sembahyang tapi sembahyangnya nggak ada, sama saja Pancasila, Pancasilanya nggak ada," tuturnya.
Seusai menuturkan hal tersebut, Sujiwo Tejo juga mengungkapkan untuk tidak anti pancasila.
Lebih baik menurut Sujiwo Tejo, untuk anti kepada sesuatu yang ada.
"Jangan anti pancasila, anti sesuatu yang ada saja. Mungkin anti Jokowi, anti Ma'aruf Amin. Pancasila itu nggak ada," tuturnya.
Bagi Sujiwo Tejo keberadaan Pancasila sudah tidak ada dampaknya, karena masih banyak kesulitan yang dialami masyarakat, antara lain terkait iuran BPJS kesehatan, perpanjangan kartu identitas lainya.
"Pancasila itu nggak ada, masak kalau ada iuran kesehatan sampai kejet-kejet (kejang-kejang), diancam nggak boleh perpanjang SIM, KTP," katanya.
Baginya, dengan adanya jaminan kesehatan BPJS, seharunya masyrakat diuntungkan bukan menjadi takut dan merasa terancam.
"BPJS harusnya enak gitu, kok malah jadi takut itu. Dimana Pancasilanya itu?" tanyanya.
Dari rangkaian komentar yang Sujiwo Tejo sampaikan, dia berpendapat diskusi mengenai radikalisme itu apa, belum menemukan jawaban.
Sementara, terkait ekstremisme Sujiwo Tejo membantahnya, karena setiap orang harus ekstrem.
"Radikalisme apa, tidak menemukan jawaban. Ekstremisme saya bantah, karena semua orang harus ekstrem," tegasnya.
Sujiwo Tejo menutup sesinya dengan mengatakan tidak akan menemukan radikalisme karena anti pancasila.
Hal tersebut dinilai Sujiwo Tejo lucu.
"Kita tidak akan menemukan radikalisme, karena anti pancasila. Ini sama lucunya dengan orang yang mengatakan 'demi bangsa dan negara'. Kata paling lucu saat ini 'demi bangsa dan negara'." ujarnya.
Kata tersebut lucu bagi Sujiwo Tejo karena tidak ada orang yang benar-benar melakukan tindakan untuk bangsa dan negara, kecuali untuk urusan perut masing-masing.
"Demi bangsa dan negara, mana? Orang demi perutnya sendiri kok," tegasnya. (*)
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)