TRIBUNNEWS.COM – Ramai kabar terkait 'desa siluman' yang mendapatkan dana desa dari pemerintah, Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno menganggap ini bukan hal yang mengejutkan.
Hendrawan menilai adanya dana – dana yang fiktif dalam anggaran merupakan hal yang biasa.
Dilansir dari kanal YouTube KompasTV, Rabu (6/11/2019), ia memberikan penjelasannya.
“Saya kira jangan terlalu seperti orang terkejut saja.”
Fiktif – fiktif ini biasa dalam permainan pembobolan anggaran,” ujar Hendrawan
Menurutnya adanya dana yang besar pasti akan dimanfaatkan oleh oknum – oknum tidak bertanggung jawab.
Hendrawan meminta aparat pemerintah hingga Badan Pengawas Keuangan (BPK) untuk terus memeriksa penggunaan dana desa.
“Itu tugas insperktorat pemeriksaan baik aparat pemerintah yang mengawasi itu, sistem pengendalian internal, BPK sebagai audit eksternalnya yang harus memeriksa terus,” ungkapnya.
Anggota komisi XI ini mengungkapkan jika tidak dicermati maka akan banyak oknum yang memanfaatkan dana tersebut.
“Sebab kalo tidak (diperiksa), siapa si orang yang tidak suka mendapatkan dana yang lebih besar dengan program – program yang terkadang fiktif,” ungkapnya.
Hendrawan menyebut perlu adanya perubahan asumsi di diri masyarakat saat ini.
Jangan terkejut dengan hal seperti penyalahgunaan kesempatan maupun jabatan.
“Asumsi kita ini harus berubah ya, asumsi kita harusnya orang akan cenderung menyalahgunakan kesempatan dan kewenangan yang dimiliki,” ungkap Hendrawan.
Menurutnya, kita harus terkejut jika tidak ada yang menyalahgunakan wewenang tersebut.
“Justru kita harus heran kalau tidak ada yang menyalahgunakannya,” ujarnya.
Hendrawan menuturkan adanya dana “desa siluman” akan di periksa lebih dalam.
“Dari informasi ini akan ditelaah lebih detail,” ujarnya.
Sekali lagi, anggota DPR menegaskan kasus seperti ini substansinya bukan merupakan hal baru.
Karena pada dasarnya, kalau ada insentif desa berpenduduk miskin yang besar maka akan muncul desa-desa fiktif berpenduduk miskin.
“Misalnya ada insentif untuk desa yang penduduk miskin nya besar, tiba-tiba muncul desa yang jumlah penduduk miskinnya bertambah,”jelasnya.
Namun, Hendrawan menekankan, semua ini tergantung pada tata kelola dan pengawasan dana desa.
Untuk saat ini, ia menyebut hal tersebut perlu diperbaiki.
“Tetapi bagaimana proses administrasi pertanggung jawaban keuangannya ini yang perlu diperbaiki,” ujar Hendrawan.
Ditanya terkait berapa anggaran yang telah keluar untuk dana “desa siluman”, Hendrawan menyebut belum mengetahuinya.
“oh tidak, belum sampai sedetail itu,” ujarnya.
Untuk jumlah desa fiktif yang menerima dana dari Pemerintah, Hendrawan juga tidak mengetahuinya.
Diberitakan sebelumnya, terkuaknya dana untuk “desa siluman” diungkapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani.
Setelah ada pihak yang melapor kepadanya seusai dibentuknya Kabinet Indonesia Maju.
Hal itu diungkapkan pada saat rapat kerja evaluasi kinerja 2019 dan rencana kerja 2020 bersama Komisi XI DPR RI terkait tantangan dalam penyaluran dana desa.
Sri Mulyani menemukan desa – desa yang tak berpenghuni namun menerima anggaran pemerintah melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).(*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Nuryanti)