News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tanggapan Pengamat Terkait Revisi UU Pilkada: Waktunya Sangat Mepet

Penulis: Rica Agustina
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahmad Doli Kurnia dan Titi Anggraini di KompastTV (7/11/2019).

TRIBUNNEWS.COM - Harapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk merevisi UU Pilkada oleh DPR terbentur dengan waktu Pilkada yang akan dilaksanakan September 2020 mendatang.

Sebelumnya KPU berharap DPR meninjau kembali terkait poin-poin penting mengenai larangan pencalonan mantan narapidana kasus korupsi hingga ASN yang tidak harus mundur saat mencalonkan diri dalam Pilkada.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menanggapi terkait Urgensi Revisi UU Pilkada tersebut.

Menurut Doli, jangka waktu yang diperlukan untuk merevisi UU Pilkada tergantung dari materi yang akan direvisi dan darimana datangnya inisiatif perubahan UU Pilkada.

"Kalau misal materi terlalu banyak dan kalau kita mau membuka (revisi UU Pilkada) sebenarnya tidak ada yang membatasi, materi apa saja yang harus kita lakukan," kata Doli dilansir dari YouTube KompasTV (7/11/2019).

Selain itu, ketika inisiatif revisi UU Pilkada datang dari DPR, dalam jangka waktu yang mepet revisi tersebut tidak dapat dilakukan.

Inisitaif revisi UU Pilkada seharusnya datang dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Doli mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah mengirim surat ke Mendagri terkait revisi UU Pilkada.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sangat memerlukan adanya revisi UU Pilkada, karena hal itu menyangkut posisi badan kepengawasannya.

"Ada beberapa steakholder yang sangat mendukung revisi ini (UU Pilkada) satu di antaranya adalah Bawaslu, Bawaslu sudah melakukan langkah-langkah dengan cara mengirimkan surat informasi ke Mendagri," ungkap Doli.

Tanggapan lain datang dari Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.

Terkait tidak diperbolehkannya pencalonan mantan narapidana kasus korupsi, Titi menambahkan, bukan hanya mantan narapidana kasus korupsi yang tidak boleh mencalonkan diri dalam Pilkada.

Namun, mantan narapidana dengan ancaman pidana hukuman lebih dari lima tahun, kasus terorisme, pemerkosaan, pembunuhan, bandar narkoba, juga tidak boleh ikut Pilkada.

ilustrasi (net)

"Ketika ini (larangan narapidan ikut Pilkada) digulirkan oleh KPU di Pemilu Legislatif akan ada diskursus yang sangat luar biasa," kata Titi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini