TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Biro Hukum KPK, Evi Laila Kholis, mengatakan serangkaian upaya hukum yang dilakukan KPK kepada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, sudah sesuai prosedur.
Hal ini terbukti setelah hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Elfian, menolak gugatan praperadilan yang diajukan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
"Ya, kita hormati keputusan hakim praperadilan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan KPK itu adalah sah," kata Evi, ditemui setelah persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).
Baca: Hakim Praperadilan Nyatakan Penetapan Tersangka Imam Nahrawi Sah Secara Hukum
Dia menjelaskan, upaya penetapan status tersangka terhadap Imam Nahrawi itu didasarkan pada dua alat bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Hal ini dikuatkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 yang salah satu poinnya menyebutkan penetapan tersangka didasarkan atas dua alat bukti yang cukup.
Upaya hukum KPK terhadap Imam juga tidak terpengaruh berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Surat (perintah penyidikan,-red) yang diterbitkan pimpinan KPK masih dalam kewenangan pimpinan KPK. Karena UU 19 tahun 2019 berlaku sejak 17 Oktober 2019," tuturnya.
Sementara itu, dia menegaskan, tidak adanya kekosongan pimpinan di lembaga antirasuah itu.
Hal ini karena tidak ada Keputusan Presiden (Keppres) soal penggantian atau pemberhentian pimpinan KPK.
"Pimpinan KPK dari awal diangkat melalui Keppres sehingga untuk pemberhentian harus melalui Keppres," tambahnya.