TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat teknologi informasi, Heru Sutadi menilai saatnya memperkuat kewenangan Pengelola Nama Domain ID (PANDI) selaku operator Penyelesaian Perselisihan Nama Domain (PPND).
Jika dimungkinkan itu menjadi agenda yang disertakan saat merancang RUU Ketahanan dan Keamanan Siber atau bahkan rencana revisi UU ITE.
"Mengapa diperkuat karena peran nama domain bagi branding sebuah entitas sangat strategis," kata Heru Sutadi yang juga merupakan pengamat ICT Institute di Jakarta, Senin (11/11/2019).
PANDI berulangkal telah memediasi sejumlah kasus pencatutan nama domain atau yang lebih populer dengan istilah Cybersquatting.
Baca: Pengguna Domain .id Tumbuh Paling Cepat di Asia Tenggara
Baca: Mitratel Borong Menara Indosat, Telkom Group Diprediksi Raup Untung
Baca: Blokir IMEI Mestinya Diberlakukan Pada Tingkat Penjual, Bukan Pengguna
Contohnya, saat kampanye pemilihan calon presiden-wakil presiden 2019, banyak yang membeli nama domain pasangan calon presiden tertentu, lalu kembali dengan harga berlipat-lipat.
Terbaru perselisihan nama domain BMW.id, yang awalnya dimiliki seorang pengacara asal Surabaya, Benny Muliawan namun digugat oleh perusahaan otomotif asal Jerman, BMW AG.
Heru menghimbau kepada PANDI agar lebih berhati-hati dalam memberikan nama domain, meskipun sistemnya first come, first served.
"Harusnya, PANDI lebih meneliti apakah si pengaju nama domain tersebut memang berhak memiliki nama domain tertentu, yang cenderung punya nilai merek dagang," tambahnya.
Baca: Demi Perluasan dan Pertumbuhan .id, Registry akan Mudahkan Syarat Menjadi Mitra
Baca: Pemerintah Harus Bertindak Tegas Saat Kedaulatan Pedagang Indonesia Diremehkan Asing
Ketua Bidang Marketing, Kerjasama dan Pengembangan Usaha PANDI Heru Nugroho mengatakan, mekanisme pendaftaran nama domain memang berbasis first come, first served.
"Namun, apabila ada pihak-pihak yang merasa keberatan karena kepemilikan nama domain tertentu, pihaknya melalui PPND siap menjalani proses mediasi, bahkan hingga hukum," katanya.