TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masih menjadi pembahasan yang belum terselesaikan.
Kali ini, pembahasan tersebut dilakukan dalam rapat dengar pendapat Komisi VII dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA).
Komisi VIII Fraksi Gerindra Zainul Arifin mendesak agar RUU PKS disahkan. Dia mengatakan sejumlah poin soal alasan RUU PKS untuk segera disahkan.
"Diharapkan pada periode ini RUU PKS bisa masuk dalam program legislasi nasional dan segera disahkan oleh DPR RI. Kondisinya sudah darurat dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual saat ini sangat membutuhkan aturan ini dari segi perlindungan korban," ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
Baca: Fraksi PKS Apresiasi Penundaan Pengesahan RUU PKS
Menurut Zainul, perlindungan korban dari segala segi hukum adalah prioritas dalam RUU-PKS ini.
"Dan tentunya perjuangan untuk memulihkan korban dan keluarga korban," lanjut Zainul.
Perdebatan soal RUU PKS ini terjadi karena definisi yang masih bergulir. Anggota Fraksi PDIP Diah Pitaloka meminta ada kesepakatan terlebih dahulu terkait cara pandang antara pemerintah dan DPR.
"Kita kesulitan dalam cara pandang, tapi kalau di Baleg tergantung UU yang meliputinya. Semoga kita bisa menyelesaikan pembahasan RUU PKS, saya sangat senang Ibu bisa mendapat soul dan jiwanya dalam Kementerian ini. Saya sangat mendukung kinerja Ibu Menteri," ujar Diah.
Baca: Pimpinan Komisi VIII DPR: Terjadi Perdebatan Soal Judul RUU PKS
Menteri PPPA Gusti Ayu mengungkapkan targetnya akan menyelesaikan RUU-PKS tersebut di masa jabatannya.
"Hingga rapat terakhir 25 September 2019 yang merupakan rapat panja pemerintah dengan komisi VIII DPR dengan hasil menyepakati untuk pembentukan tim perumus dan menyepakati subtasi RUU PKS, meliputi pencegahan, perlindungan dan rehab," ujar Menteri Gusti Ayu.
Pembahasan lebih lanjut mengenai RUU PKS, seperti diketahui, sesuai dengan ketentuan pasal 71 (a), UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan akan di-carryover pada masa periode yang baru 2019-2024.