TRIBUNNEWS.COM - Syarat-syarat nikah dan segala hal tentang perkawinan di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang.
Syarat-syarat tersebut diatur dalam Undang-undang RI No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan diperbarui dengan Undang-Undang RI No 16 Tahun 2019.
Syarat-syarat perkawinan termuat dalam Bab II pasal 6 dan 7 UU RI No 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dikutip dari UU tersebut, Jumat (15/11/2019) perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri, bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Baca: Menhub: Proses Rekrutmen Ojek Online Harus Diperketat
Berikut syarat-syarat nikah sebagaimana termuat dalam Undang-Undang.
Pasal 6
1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan, lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang dalam ayat (2), (3) dan (4), pasal ini atau salah seorang atau. di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Baca: Rancang Program Sertifikasi Perkawinan, Kemenko PMK Minta Menag Kembangkan Aplikasi Bimwin
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas)
tahun.
(2) Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
(3) Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
(4) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Baca: Muhadjir Effendy Buat Program Sertifikasi Perkawinan, Calon Pengantin Wajib Ikut Kelas Pra Nikah
Syarat terbaru nikah harus lulus program kursus pra-nikah telah memperoleh dukungan dari Kemenag.
Dilansir Tribun Timur, catin diwajibkan mengikuti kelas atau bimbingan pra-nikah untuk mendapatkan sertifikat yang dijadikan sebagai syarat perkawinan.
Menko PMK, Muhadjir Effendy menjelaskan jika sertifikasi ini penting untuk bekal pasangan yang hendak menikah.
Hal tersebut agar calon suami istri memiliki pengetahuan seputar kesehatan alat reproduksi.
Selain itu, agar mereka mengetahui penyakit-penyakit berbahaya yang mungkin terjadi pada pasangan suami istri, hingga masalah stunting pada anak.
Dikutip dari Kemenag.go.id, Menteri Agama Fachrul Razi menegaskan pihaknya mendukung gagasan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) tentang kursus pra-nikah.
Pasalnya, program tersebut telah sejalan dengan Bimbingan Perkawinan (Bimwil) yang sudah diselenggarakan oleh Kemenag sejak dua tahun terakhir.
"Bimbingan Perkawinan digelar untuk membekali calon pengantin dalam merespon problem perkawinan dan keluarga.
Juga mempersiapkan mereka agar terhindar dari problema perkawinan yang umum terjadi, serta meningkatkan kemampuan mewujudkan keluarga sakinah,” terang Menag.
Menurutnya, Bimwin merupakan revitalisasi dari kursus pranikah beberapa tahun sebelumnya.
Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama sudah menerbitkan petunjuk pelaksanaan.
Kegiatan ini dilakukan dengan tatap muka selama dua hari, menggunakan pendekatan pembelajaran orang dewasa.
Materi pada Bimwin meliputi pengetahuan terkait fondasi keluarga sakinah, penyiapan psikologi keluarga, manajemen konflik, tata kelola keuangan keluarga, menjaga kesehatan keluarga, serta mencetak generasi berkualitas.
Menag mengakui bahwa jangkauan pelaksanaan Bimwin masih sangat jauh jika dibandingkan rerata nikah yang mencapai 2 juta perkawinan dalam setahun.
“Sampai saat ini, Kemenag sudah memiliki 1.928 fasilitator bimwin yang sudah lulus bimbingan teknis.
Ini hanya dari unsur Penghulu dan Penyuluh Kemenag, serta Ormas Islam,” tutur Menag.
Kemenag saat ini sedang mengembangkan aplikasi Bimwin.
Aplikasi Bimwin sudah pernah dipresentasikan di forum Kemenko PMK dan mendapat sambutan positif.
"Kemenko PMK minta agar aplikasi tersebut terus dikembangkan, tidak hanya digunakan umat Islam, tapi semua agama," tutur Menag.
Kemenko PMK juga mengusulkan agar aplikasi tersebut memuat informasi-informasi lainnya mengenai membangun keluarga yang sakinah dan sejahtera.
"Kemenko PMK juga mengajak seluruh K/L terkait dan Kemenag sebagai koordinatornya," tutur Menag.
Bimbingan perkawinan tidak hanya dilakukan oleh Ditjen Bimas Islam.
Di Kemenag ada bimbingan keluarga Sukinah (Ditjen Bimas Hindu), keluarga Kristiani (Kristen), keluarga Bahagia (Ditjen Bimas Katolik), dan keluarga Hittasukhaya (Ditjen Bimas Buddha).
Selain Bimwin Kemenag telah mempersiapkan program transformasi KUA melalui Pusat Layanan Keluarga (Pusaka) Sakinah.
(Tribunnews.com/Fajar)