Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menilai rencana Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menerapkan sertifikasi siap kawin tidak ada urgensinya.
Selain itu, sertifikasi siap kawin juga pada prakteknya akan sulit dilakukan.
"Kalau sertifikasi itu nanti prakteknya akan lebih sulit untuk dilaksanakan, karena membutuhkan anggaran macam macam. Saya pikir bukan sesuatu yang mendesak," kata Jazilul di Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Baca: BPIP Beberkan Akar Masalah yang Menyebabkan Intoleransi Berkembangbiak di Indonesia
Jazilul menyarankan kepada pemerintah agar fokus kepada sertifikasi tenaga pendidik saja.
Apalagi sertifikasi tenaga pendidik saat ini belum dilakukan dengan baik.
"Orang sertifikasi guru saja tidak bisa, sekarang sertifikasi layak kawin, menambah nambah kerjaan saja," katanya.
Pada prinsipnya, ia setuju apabila orang yang akan menikah butuh pendampingan agar siap.
Baca: Kabar Terbaru Siswa STM Viral Membawa Bendera Merah Putih Saat Demo di Gedung DPR, Bakal Disidang
Namun, bentuknya bukan sertifikasi.
"Fokus saja sekarang kepada sertifikasi tenaga pendidik yang profesional, kalau soal menikah menurut saya lebih kepada sosialisasi agar menikah itu siap, siap secara moral untuk menikah," katanya.
Diketahui
Pemerintah berencana akan memberlakukan sertifikasi siap nikah bagi penduduk Indonesia yang akan menikah pada 2020 mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menjelaskan alasan pemerintah mewajibkan calon pasangan suami istri memiliki sertifikat siap kawin sebelum melangsungkan pernikahan.
Satu di antaranya untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan anak khususnya mencegah stunting atau kekurangan gizi.
Baca: Menteri Muhadjir: Gratis, Sertifikasi Siap Kawin
“Karena sebetulnya untuk mereka yang akan menikah harus memperhatikan kesehatan reproduksi, dari situ informasi kesehatan anak-anak perlu diberikan seperti mencegah stunting dari generasi penerus bangsa,” ujar Muhadjir Effendy di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019).
Muhadjir Effendy menjelaskan, berdasarkan data, anak Indonesia penderita stunting masih fluktuatif meskipun sempat menurun dari 30,8 persen menjadi 27 persen pada 2019 ini.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut akan melibatkan kementerian agama dan kementerian kesehatan dalam menerapkan kebijakan tersebut.
Baca: Menkumham: Naskah Akademik Omnibus Law Hampir Tuntas
“Karena masalah pernikahan ranahnya Kemenag dan masalah kesehatan reproduksi ya Kemenkes. Yang mengurus sertifikat bisa di antara keduanya, tapi lebih condong ke Kemenag karena berkaitan dengan pernikahan, ini sedang kami bahas,” katanya.
Muhadjir pun meminta Kemenag untuk mempelajari serius penerapan sertifikasi siap nikah agar bisa terealisasi dan terlembagakan secara baik.
Baca: Mentan Targetkan Penyatuan Data Pertanian Rampung Bulan Ini
"Karena saya tahu sejumlah agama seperti Katolik mensyaratkan hal tersebut secara baik, ada pelatihan menghadapi pernikahan yang baik selama tiga bulan,” kata Muhadjir.
Lebih lanjut, menurut Muhadjir untuk mendapatkan sertifikasi siap kawin, masyarakat tidak perlu merogoh kocek alias gratis.
Nantinya, baik pria atau wanita yang akan menikah akan mendapat pendidikan di kelas dalam bentuk bimbingan pranikah sebelum mendapatkan sertifikat siap kawin.
"Mestinya gratis. Iya. Kita lebih sempurnakan, melibatkan kementerian yang kita anggap relevan. Termasuk ini untuk menekan angka perceraian," ucap Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Baca: Tjahjo Mulai Pangkas Pejabat Eselon III dan IV
Muhadjir menjelaskan pemerintah ingin memberikan pendidikan pranikah kepada setiap pasangan yang ingin berumah tangga.
Materinya meliputi ekonomi keluarga, kesehatan reproduksi, dan masalah lain yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga.
Bagi pasangan yang telah ikut kelas pranikah, kata Muhadjir, nantinya bisa langsung mendaftarkan diri untuk menikah dengan membawa sebuah bukti.
Sementara pasangan yang belum mengikuti kelas pranikah tidak bisa mendaftar untuk menikah.
"Pokoknya dia harus ikut pelatihan atau pendidikan atau kursus, apa lah namanya pranikah. Apa perlu sertifikat atau tidak itu kan soal teknis. Yang penting bahwa mereka harus ada semacam program pembelajaran pranikah," kata Muhadjir.