TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putra Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, Yamitema Tirtajaya Laoly, diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (18/11/2019).
Yamitema disidik KPK dalam kasus dugaan suap proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan tahun 2019.
Ia digarap untuk tersangka Kepala Dinas PUPR Kota Medan nonaktif Isa Ansyari.
Setelah menjalani pemeriksaan selama lima jam, Yamitema mengaku kenal dengan Isa. Termasuk dengan tersangka lainnya, yaitu Wali Kota Medan nonaktif Tengku Dzulmi Eldin.
"Pak Isa kenal, baru kenal, sama walkot kenal," ucap Yamitema di lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pukul 15.27 WIB.
Baca: Anak Yasonna Laoly Penuhi Panggilan KPK Setelah Mangkir 2 Kali
Yamitema diketahui diperiksa KPK kapasitasnya sebagai Direktur PT Kani Jaya Sentosa, perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan jalan dan sekolah bertempat di Kota Medan, Sumatera Utara.
Ketika dikonfirmasi pewarta apakah perusahaannya sering bekerja sama dengan Pemkot Medan, Yamitema menepis.
"Enggak ada, enggak ada pernah," tutur dia.
"Pernah ikut lelang? Atau penah dimintain Pak Kadis (Isa Ansyari)?" tanya pewarta lebih lanjut.
Baca: Daftar 14 Pejabat yang Diperiksa KPK Terkait Korupsi Wali Kota Medan Dzulmi
"Enggak ada, enggak ada sama sekali," jawab Yamitema.
Yamitema juga mengaku tidak dimintai Isa Ansyari soal dana ke Jepang Wali Kota Tengku beserta keluarga.
"Enggak ada, enggak ada sama sekali," katanya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, tim penyidik mengklarifikasi Yamitema terkait proyek-proyek yang dikerjakan perusahannya.
"Diklarifikasi terkait dengan proyek di Dinas PUPR Kota Medan yang pernah dikerjakan oleh perusahaannya," ujar Febri.
Baca: KPK Usut Sumber Uang Suap GM Hyundai Engineering Construction ke Eks Bupati Cirebon
Dalam kasus ini, Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari ditangkap bersama Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kota Medan pada 15-16 Oktober 2019.
KPK juga menangkap sejumlah orang, salah satunya Kepala Bagian Protokoler Pemerintah Kota Medan Syamsul Fitri Siregar. Syamsul ditetapkan sebagai perantara suap.
KPK menduga Dzulmi menerima sedikitnya Rp380 juta dalam berbagai kesempatan sejak Isa dilantik menjadi Kepala Dinas PUPR pada 6 Februari 2019. Setelah dilantik Isa diduga rutin memberikan sejumlah uang kepada Dzulmi sebesar Rp20 juta setiap bulan.
Pemberian itu terhitung mulai Maret 2019 hingga Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa pun ditangarai menyetor uang Rp50 juta kepada Dzulmi.
KPK menduga Dzulmi memakai sebagian uang suap dari Isa untuk membayar agen travel saat perjalanan dinas ke Jepang. Anggaran perjalanan dinas itu membengkak lantaran Dzulmi membawa serta keluarganya dan memperpanjang waktu tinggal.
“Perjalanan dinas ini dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Rabu (16/10/2019).
Seusai gelar perkara, KPK menetapkan Dzulmi dan Syamsul menjadi tersangka penerima suap. Penyidik menduga uang yang diterima oleh Tengku Dzulmi berkaitan dengan proyek di Kota Medan.
"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan," kata Saut.
Kembali ke Yamitema, penyidik KPK pun mulai menyisir perusahaan swasta rekanan Pemerintah Kota Medan. Pada profil Tema di LinkedIn, PT Kani Jaya beralamat di Kota Medan yang bergerak di bidang kontraktor proyek jalan dan sekolah.
Baca: Dirut Angkasa Pura II Bersaksi di Sidang Kasus Suap Antar-BUMN
Setelah menetapkan sejumlah tersangka, KPK menggeledah sejumlah tempat, di antaranya Rumah Dinas Wali Kota Medan, Kantor Dinas PUPR, Kantor Dinas Perhubungan, rumah pribadi Wali Kota Medan, dan Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan. Semuanya dilakukan pada 19 Oktober 2019.
Dari sana KPK menyita sejumlah barang bukti, seperti dokumen proyek dan barang bukti elektronik.
KPK kemudian memeriksa sejumlah saksi yakni kepala dinas, keluarga Dzulmi, dan anggota DPRD Kota Medan. Pada 5 November 2019, KPK mencekal ke luar negeri anggota DPRD Kota Medan dari Fraksi Paratai Golkar Akbar Himawan Buchari.