TRIBUNNEWS.COM - Polemik dugaan penistaan agama oleh Sukmawati Soekarnoputri semakin ramai diperbincangkan.
Berbagai pihak memberikan pandangannya terhadap kasus yang menimpa Sukmawati.
Diketahui, April 2018 lalu Sukmawati berurusan dengan hukum setelah tersandung kasus puisi "Ibu Indonesia".
Kala itu, ia menyinggung soal cadar, konde, adzan, dan kidung.
November 2019, Sukmawati kembali tersandung kasus yang sama, dugaan penistaan agama.
Kali ini, ia dipandang membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.
Baca: Klarifikasi Dugaan Penistaan Agama, Sukmawati Soekarnoputri: Saya Merasa Dirugikan
Satu di antaranya adalah Fahri Hamzah.
Ia menyebut Sukmawati tidak mengerti perbedaan antara Nabi dengan tokoh negara.
Selain itu, Fahri Hamzah juga membandingkan Sukmawati dengan sang ayah, Soekarno.
Disebutnya, Bung Karno adalah negarawan besar.
Sementara Sukmawati disebutnya dalam kebingungan besar.
Hal tersebut diungkapkan Fahri Hamzah melalui akun Twitternya, @fahrihamzah, Selasa (19/11/2019).
"Kesalahan Sukma adalah karena tidak mengerti beda antara Nabi sebagai utusan Tuhan dan tokoh negara pada umumnya.
Itulah beda anak dengan bapak.
Baca: Sukmawati: Saya Bangga Jadi Putri Bung Karno meski Tak Punya 100 Hektare Tanah
Sukarno adalah negarawan besar sementara Sukma dalam kebingungan besar.
Mari kita perbanyak bacaan. Mari ambil pelajaran," tulisnya.
Klarifikasi Sukmawati
Sukmawati memberikan tanggapan mengenai dugaan dirinya menistakan agama di sebuah acara peringatan Hari Pahlawan 2019 beberapa waktu lalu.
Sukmawati memberikan tanggapannya dalam program Sapa Indonesia Malam yang tayang di Kompas TV, Senin (18/11/2019).
Dilansir tayangan YouTube Kompas TV, kejadian tersebut berlangsung pada 11 November 2019 dalam acara peringatan Hari Pahlawan yang diadakan Humas Polri.
"Acara diadakan oleh Focus Group Discussion dari Humas Polri yang rutin mengadakan acara-acara, kebetulan setelah Hari Pahlawan, 11 November diacarakan. Saya salah satu narasumber, sebagai putri proklamator," ucapnya.
Acara tersebut bertemakan 'Bangkitkan Nasionalisme, Menangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme'.
Sebagai narasumber, Sukmawati menyebut dirinya hanya menyampaikan sesuai dengan tema yang diusung.
"Saya mengikuti alur sesuai tema," ucapnya.
Sukmawati mengungkapkan dirinya bicara tentang nasionalisme di Indonesia yang bangkit mulai awal abad ke-20.
"Nasionalisme Indonesia itu kan memang mulai bangkit mulai ada di awal abad 20. Itu sudah menjadi trend. Sebelum abad itu belum ada ideologi nasionalisme. Jadi itulah yang saya pahami karena saya pikir saya ahli lah untuk urusan cerita sejarah Indonesia," jelasnya.
Sebut Ada Tangan Jahil
Dalam penyampaian Sukmawati, terdapat dua hal yang kemudian bermasalah dan berujung laporan ke pihak kepolisian.
Hal tersebut ialah anggapan bahwa dirinya membandingkan Alquran dengan Pancasila dan dianggap membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Soekarno.
"Jadi setelah ibu perhatikan dan ibu amati, saya merasa sangat dirugikan," ucapnya.
Ia mengungkapkan ada tangan-tangan jahil yang mengubah dan mengedit kalimat yang disampaikannya.
"Itu mengecohkan semua masyarakat Indonesia seolah-olah begitulah yang Ibu Sukmawati katakan," ucapnya.
Hanya Mengutip
Baca: Sukmawati Soekarnoputri: Kata-kata Saya Sengaja Diubah oleh Tangan dan Otak Jahil: Saya Minta Maaf
Sukmawati mengaku pertanyaan yang dilontarkan hanya mengutip pertanyaan dari perekrut calon radikalis dan teroris.
"Yang diedit adalah kata-kata saya, kalimat saya, dieditnya menjadi 'mana lebih bagus, Alquran dengan Pancasila', padahal itu bukan ucapan saya yang demikian," ucapnya.
Sukmawati mengaku ada kata-kata yang dihilangkan.
"Sebelumnya ada ucapan dari para perekrut calon-calon radikalis dan teroris. Saya bercerita, saya mendapatkan info, kalau cara untuk merekrut radikalis atau teroris itu, salah satu pertanyaannya demikian, mana lebih bagus, Alquran apa Pancasila," ucapnya.
Sukmawati menegaskan bukan dirinya yang membuat sendiri pertanyaan tersebut.
"Jadi bukan saya yang mengarang pertanyaan itu," ungkapnya.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto)