TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Banyak orang ingin dipilih menjadi menteri atau masuk ke dalam kabinet. Namun Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, yang kerap disapa Risma, ternyata tak tertarik menjadi pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kabinet Indonesia Maju.
Padahal Risma sempat ditawari Megawati Soekarnoputri untuk menjadi menteri mewakili PDI Perjuangan. Alasan penolakan selalu sama, ingin menyelesaikan tugas sebagai Wali Kota Surabaya hingga Februari 2021 mendatang.
Pada detik-detik menjelang penjaringan dan pengumuman anggota kabinet tepatnya 20 Oktober 2019, ia kembali dihubungi petinggi PDI perjuangan yaitu Puan Maharani, putri Megawati yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan. Namun Risma tak berubah sikap
Berikut petikan wawancara eksklusif Tribunnews Network dengan Tri Rismaharini ketika ia mengunjungi kantor Tribunnews Network di Jakarta, Kamis (21/11).
Benarkah Anda pernah ditawari Jokowi untuk menjadi menteri, bisa diceritakan?
Yang menawari itu bukan Pak Jokowi. Tawaran itu disampaikan Bu Mega (Megawati Soekarnoputri). Terus ada anggapan Bu Mega bisa mengatur siapa menteri Pak Jokowi.
Bukan begitu kondisinya. PDI Perjuangan kan partai pendukung Pak Jokowi, jadi berhak mendapat jatah menteri. Iya kan? Nah kemudian saya ditawari oleh Ketua Umum PDI Perjuangan. Saya diminta jadi menteri wakil dari PDI Perjuangan. Jadi jangan salah lho. Bukan Bu Mega yang mengatur-ngatur Pak Jokowi dalam memilih menteri lho.
Mengapa kok tidak bersedia membantu Presiden?
Ya saya ingin menyelesaikan dulu tugas (sebagai Wali Kota Surabaya). Saya juga sudah sampaikan ke Pak Jokowi keinginan saya menyelesaikan tugas itu.
Baca: Kata Risma soal Suporter Persebaya: Bonek Paling Fanatik, Bukan Paling Brutal
Setelah selesai jadi Wali Kota Surabaya, bersediakah?
Ya saya nggak tahu nanti bagaimana.
Pada waktu itu tawarannya jadi menteri apa?
Ya belum ada, wong saya sudah bilang nggak mau. Bu Mega bilang begini,"Mbak seandainya jadi menteri bagaimana?" Saya jawab, "Nggak Bu, saya nggak mau." Terus Bu Mega bilang lagi, "Wis nanti dijawab, pokoknya sebelum 1 Oktober." Saya tegaskan lagi, "Nggak Bu."
Baca: Tri Rismaharini Pernah Ditawari Jatah Menteri dari PDI Perjuangan
Kemudian pada 1 Oktober saya ada acara di New York sama Korea. Eh ditelepon lagi tanggal 20 Oktober, saat saya sedang di Jerman. Mbak Puan (Puan Maharani, Ketua DPP PDI Perjuangan) yang telepon.
'Mbak piye (bagaimana)," tanya Mbak Puan. Saya menjawab, "Nggak Mbak Puan, saya menyelesaikan tugas saja dulu."
Anda juga menyampaikan penolakan itu kepada Presiden Jokowi?
Nggak. Namun kemudian ketemu dengan Pak Jokowi. Apa isi pembicaraan dengan Pak Jokowi saat itu, tidak bisa saya ungkapkan, rahasia, ha...ha..ha..
Banyak orang melihat Anda sosok yang aneh, ditawari jadi menteri kok nggak mau. Padahal orang lain pada berebut. Bagaimana ini?
Aneh ya? Tapi nggak bin ajaib kan? Itu kan aneh menurut orang. Menurut aku nggak (aneh) kok. Ha..ha..ha..
Baca: Terapkan One Data di Surabaya, Ini Proses Yang Dilakukan Tri Rismaharani
Masa tugas Anda sebagai Wali Kota Surabaya setahun lagi bakal habis, siapa yang pantas sebagai penerus Anda?
Kalau yang milih (Wali Kota Surabaya) saya, saya tahu siapa. Lha masalahnya yang milih kan bukan saya. Yang milih kan masyarakat.
Bagaimana kalau nanti Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan bertanya siapa yang cocok meneruskan tugas Anda di Surabaya?
Ya nanti dijawab kalau ditanya, wong belum ditanya kok.
Di Kota Surabaya sekarang sudah dipasang kamera face recognition (pengenalan wajah), itu untuk keperluan apa?
Saya butuhnya macam‑macam. Bukan hanya untuk (mengenali) teroris. Saya juga butuh terkait kasus penculikan anak. Makanya di sekolah saya juga pasang kamera. Selain itu di tempat ibadah dan bank.
Menggunakan kamera itu kita bisa kenali wajah orang berikut gerakan tubuhnya. Wajah orang yang mencurigakan langsung kita hubungkan dengan data kependudukan, sehingga langsung bisa dikenali.
Selepas dari menjabat Wali Kota Surabaya, bagaimana rencana Anda selanjutnya?
Nggak, saya nggak merencanakan sesuatu, termasuk jabatan. Saya jadi wali kota juga nggak minta. Bahkan saya berdoa untuk nggak jadi. Soalnya tanggung jawabnya berat.
Saya pernah dapat cobaan berat ketika kejadian bom (bunuh diri di tiga tempat ibadah dan Polrestabes Surabaya pada 13-14 Mei 2018). Pada hari biasa kami bisa mendapat pemasukan Rp 300‑500 juta per hari, tapi setelah ada bom sehari cuma dapat Rp 1 juta.Itu berlangsung selama seminggu. Coba bayangkan kalau suasana seperti itu berlangsung lebih lama.