Dijelaskan, yang dilakukan KPK adalah memasukkan nama Sjamsul dan Itjih dalam DPO karena sudah berulang kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.
"Yang sudah dilakukan KPK adalah, kami terbitkan DPO karena sudah berkali-kali dipanggil secara patut ke sejumlah alamat dan diumumkan juga di KBRI tetapi yang bersangkutan tidak datang. Jadi pemanggilan sudah dilakukan bahkan saat penyelidikan ya dan di tahap penyidikan juga sudah dilakukan," kata Febri.
Dalam upaya mencari Sjamsul dan Itjih, KPK berkirim surat dan meminta bantuan Kepolisian dan Interpol. Sebagai tindak lanjut dari permintaan tersebut, KPK dan Sekretariat NCB-Interpol Indonesia akan membahas lebih lanjut untuk kebutuhan pencantuman dan permintaan bantuan agar dilakukan pencarian oleh Interpol.
Ditegaskan Febri, permintaan bantuan kepada Interpol, Kepolisian maupun aparat penegak hukum dan instansi lainnya dalam mengusut suatu perkara merupakan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 12 UU nomor 30 tahun 2002 maupun perubahannya, yakni UU nomorĀ 19/2019.
"Ini ada dasar hukumnya ada di Pasal 12 UU 30 tahun 2002 yang sudah diubah saat ini. Jadi KPK dapat bekerja sama diĀ tahap penyidikan dengan Interpol atau organisasi terkait untuk kebutuhan penangan perkara," tegasnya.
Diberitakan, KPK menetapkan Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI.
Baca: KPK Isyaratkan Panggil Lagi Dirut Jasa Marga Terkait Kasus Korupsi di Waskita Karya
Penetapan ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam kasus ini, Sjamsul dan Itjih diduga diperkaya atau diuntungkan sebesar Rp4,58 triliun.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Sjamsul dan Itjih disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.