Bagi Basarah, yang penting adalah pembangunan nasional dapat berkesinambungan antara pemimpin satu dan lainnya.
"Kami memandang tidak ada urgensinya untuk merubah konstitusi kita yang menyangkut tentang masa jabatan presiden. Masa jabatan presiden satu periode atau 5 (lima) tahun kali dua, itu sudah cukup untuk sebuah pemerintahan nasional itu memastikan pembangunan nasional itu berjalan berkesinambungan," tutur Basarah menyampaikan suara.
Lebih lanjut, ia meredam agar masyarakat tak perlu khawatir atas berjalannya pembangunan nasional.
"Apalagi nanti jika sudah ada haluan negara dan haluan pembangunan nasional. Kita tidak perlu lagi khawatir ketika ganti presiden akan ganti visi misi, ganti program. Bangsa Indonesia tidak perlu lagi khawatir tehadap siapapun presiden, gubernur, bupati, walikotanya. Karena pembangunan nasional dipastikan akan berkelanjutan, " pungkasnya.
Pembatasan masa jabatan presiden selama 2 (dua) periode yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hasil amandeman pasca tumbangnya orde baru.
Semangatnya selain mencegah kekuasaan absolut juga menjamin regenerasi kepemimpinan nasional.
Hal yang sama juga disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Ia mengatakan sikap partainya tidak sependapat apabila ada perpanjangan masa jabatan presiden.
"Sikap PDI Perjuangan adalah amandemen terbatas hanya terkait haluan negara. Mengingat bangsa ini memerlukan direction untuk menuju kepada apa yang kita mimpikan sebagai masyarakat adil dan makmur," ungkap Hasto Kristiyanto menyatakan.
Menurutnya semanagat reformasi dilakukan dengan cara membatasi jabatan presiden sebanyak 2(dua) periode kepemimpinan saja. (*)
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)