Pada kurun 2013-2018, tersangka Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU baik secara langsung dari pemohon hak atas tanah ataupun melalui Siswidodo.
Dalam proses tersebut, Siswidodo kemudian diduga memberikan uang secara tunai kepada Gusmin di kantor ataupun di rumah dinas.
Atas penerimaan uang tersebut, Gusmin telah menyetorkan sendiri maupun melalui orang lain sejumlah uang tunai dengan total sebesar Rp22,23 miliar.
Uang tersebut disetorkan ke beberapa rekening miliknya pribadi, rekening milik istrinya, dan rekening milik anak-anaknya.
"Selain itu, uang tunai yang diterima oleh Siswidodo dari pihak pemohon hak atas tanah dikumpulkan ke bawahannya yang kemudian digunakan sebagai uang operasional tidak resmi," kata Syarif.
Sebagian dari uang itu digunakan untuk membayarkan honor tanpa kwitansi, seremoni kegiatan kantor, rekreasi pegawai ke sejumlah tempat di NTB, Malang dan Surabaya, serta peruntukan lain.
Siswidodo juga memiliki rekening yang menampung uang dari pemohon hak atas tanah tersebut dan digunakan untuk keperluan pribadinya.
"Tersangka GTU (Gusmin) dan SWD (Siswidodo) tidak pernah melaporkan penerimaan uang-uang tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal uang-uang tersebut diterima," sambung Syarif.
Sejak penyidikan ini dimulai, kata Syarif, KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 25 saksi yang terdiri dari unsur swasta dan pegawai negeri.
Di antaranya, PNS di BPN Kantor Wilayah Kalbar dan Kantor Pertanahan Pontianak, Kepala Kantor Pertanahan di daerah lain di Kalbar, dan sejumlah Direksi,
Kepala Divisi Keuangan dan pegawai perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan Sawit di Kalbar.
Baca: Kata PSI, Rekomendasi BK DPRD DKI kepada William Aneh dan Berlebihan
"Selain itu, KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka SWD (Siswidodo) pada hari Kamis 28 November 2019. Sedangkan tersangka GTU (Gusmin) dijadwalkan pada 25 November 2019 namun tidak datang. Para tersangka akan kami panggil kembali sesuai kebutuhan penyidikan," tutur Syarif.
Atas dugaan tersebut, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.