Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menerbitkan peraturan presiden pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan saat ini Undang-Undang KPK hasil revisi sudah resmi berlaku sejak 17 Oktober lalu.
"Tidak ada dong. Kan Perppu sudah tidak diperlukan lagi. Sudah ada undang-undang, yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019. Tidak diperlukan lagi Perppu," kata Fadjroel Rachman di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Baca: Istana: Jokowi Ingin Pakai Kecerdasan Buatan untuk Birokrasi dan Regulasi
Fadjroel Rachman menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi atau judicial review yang diajukan puluhan mahasiswa dari berbagai universitas terhadap UU baru KPK.
"Kami berterima kasih kepada yang mengajukan, karena kita menghargai forum legal. Juga kami berterima kasih pada MK, yang sudah memberikan pelayanan terbaiknya untuk mereka yang mengajukan uji yudisial ini," kata Fadjroel Rachman.
Baca: Istana Sebut Tidak Masalah Tiga Pimpinan KPK Ajukan Uji Materi ke MK
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang masih berharap Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK.
Saut menyebut peringatan Hari Antikorupsi pada 9 Desember mendatang dapat menjadi momentum tepat bagi presiden untuk mengeluarkan Perppu.
Baca: Mengenal Istilah Ombimbus Law yang akan Dibahas Pemerintah dengan DPR RI
"Saya masih berharap saat Hari antikorupsi tanggal 9 Desember Presiden Jokowii yang rencana datang ke KPK, sudi apalah kiranya datang pada acara itu sekalian membawa Perppu KPK," kata Saut kepada wartawan, Kamis (28/11/2019).
Terkait putusan MK yang tidak menerima permohonan uji materi UU KPK yang diajukan oleh mahasiswa, Saut menghormati.
Dia mengaku akan melihat perkembangan sejauh mana UU KPK baru ini efektif dalam upaya pemberantasan korupsi.
Masa bakti Penasehat KPK terpangkas
Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mohammad Tsani Annafari merasa dirugikan dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Alasannya, dengan hadirnya undang-undang tersebut masa bakti penasihat KPK terpangkas menjadi dua tahun.
"Karena mereka (penasihat KPK) bekerja empat tahun terpangkas menjadi dua tahun secara tiba-tiba. Apalagi di UU tidak diatur masa transisi," kata Tsani Annafari saat berpamitan dengan awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).