TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini melaksanakan rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Rabu (27/11/2019).
Rapat tersebut juga menjadi rapat terakhir pimpinan KPK periode 2015-2019.
Tak hanya evaluasi dan kata-kata perpisahan dari pimpinan KPK periode 2015-2019, KPK juga menyampaikan keluh kesahnya dalam rapat tersebut.
Dilansir Kompas.com, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengkritik sikap pemerintah dan DPR terhadap institusinya.
Laode menilai, pemerintah dan DPR seringkali tidak menghargai KPK.
Pasalnya, menurut Laode, banyak rekomendasi dari KPK yang tidak digubris sejumlah kementerian.
Tak hanya itu, Laode pun merasa Komisi III tidak membantu kinerja KPK dalam upaya pemberantasan korupsi karena kerap dicecar saat rapat.
"Banyak sekali rekomendasi KPK itu dan terus terang saya agak merasa tidak dihargai termasuk oleh Bapak-Bapak (Komisi III)," ujar Laode, seperti yang diberitakan Kompas.com.
Awalnya, Wakil Ketua Komisi III Desmond J. Mahesa melontarkan pertanyaan terkait fungsi pencegahan korupsi yang sudah dijalankan oleh KPK.
Desmond juga menyampaikan bagaimana respons kementerian atau lembaga lain atas rekomendasi dari KPK.
Lantas Laode mengatakan selama ini KPK telah maksimal menjalankan fungsi pencegahan Korupsi.
Ia menambahkan, KPK juga telah memberikan sejumlah rekomendasi ke kementerian.
Namun, menurut Laode, rekomendasi tersebut justru seringkali tidak digubris pihak kementerian.
Ia mencontohkan rekomendasi proyek pemasangan flow meter atau pengukur produksi migas dan izin tambang ilegal.
Rekomendasi dari KPK tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Kementerian ESDM.
Kemudian ada pula rekomendasi agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membuka dokumen HGU kepada publik.
"(Ada anggapan) pencegahan KPK itu tidak pernah melakukan apa-apa. We do a lot. Tapi enggak ditulis juga sama teman-teman media," tuturnya.
Sementara itu, Laode juga mengeluhkan hubungan KPK dengan Komisi III DPR RI.
Dilansir dari Kompas TV, Laode menilai Komisi III DPR jarang membantu KPK untuk mengoptimalkan kinerja lembaga antikorupsi itu.
Menurutnya, Komisi III DPR justru lebih sering memarahi KPK.
"Saya terus terang, saya tidak mau curhat, kenapa sih Komisi III kalau kami pergi ke sana kami dimarahin melulu?"
"Dibantuin itu jarang sekali. Terus terang kami hampir tidak pernah merasa terbantu," keluhnya, seperti yang diberitakan Kompas TV.
Penilaian Laode yang disebutnya curhat tersebut, langsung memperoleh tanggapan dari anggota komisi III DPR, Arsul Sani.
Arsul menyanggah pernyataan Laode.
Menurut Arsul, Komisi III sudah pernah membantu KPK.
Seperti misalnya mengusulkan kenaikan anggaran KPK.
Tak hanya itu, DPR pun telah menyuarakan pengusutan saat terjadi serangan molotov ke rumah pimpinan KPK.
"Nggak bener, kami selalu menawarkan untuk adanya tambahan anggaran," ujar Arsul.
Menurut Arsul, Kesekjenan KPK dan Laode sendiri selalu mengatakan anggaran KPK telah cukup, setiap kali Komisi III DPR menawarkan tambahan anggaran.
"Kesekjenan KPK dan Bapak kan mengatakan 'cukup anggaran kami' jadi jangan dibilang nggak pernah membantu," tegas Arsul pada Wakil Ketua KPK.
Arsul juga mengatakan bahwa Komisi III DPR sudah membuka peluang untuk memberi bantuan pada KPK namun pimpinan KPK sendiri yang tidak memanfaatkannya.
"Enggak benar, kita atensi khusus pada pimpinan Kapolri. Bom molotov waktu itu. Jadi jangan dibilang enggak pernah membantu, kita sudah buka pintunya. Bapak sendiri yang enggak memanfaatkan kesempatan soal dukungan anggaran," kata Arsul.
"Kami sudah membuka pintunya jadi Bapak sendiri yang tidak memanfaatkan kesempatan dukungan anggaran." lanjut Arsul.
Arsul menyampaikan, sebaliknya justru seringkali dituduh melemahkan KPK.
"Yang ada kan kami juga selalu dituduh ingin melemahkan KPK," ujarnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Kristian Erdianto)