TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI), Ahmad Sobri Lubis membantah tuduhan ormas FPI yang dinilai akan mendirikan negara Islam dengan sistem khilafah.
Sobri Lubis angkat bicara tentang beberapa kata dan kalimat dari AD ART FPI yang dipermasalahkan oleh pemerintah, sehingga menyebabkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI yang tak kunjung turun.
Diketahui, pemerintah akhir-akhir ini mengkhawatirkan adanya pergerakan dari ormas FPI yang dalam AD ART-nya seolah-olah ingin mendirikan negara khilafah seperti jaman dulu.
"Itu kan suudzonnya," kata Sobri Lubis menanggapi.
"Kalau FPI dalam pelaksanaannya menanggapi penerapan syariat Islam tetap melalui jalur konstitusional. Kami mengangkat jihad konstitusional," ujarnya dalam acara Indonesia Lawyers Club TVOne, Selasa (3/12/2019).
Ia menjelaskan jihad konstitusional itu artinya berjuang semampu mungkin dalam menerapkan nilai-nilai syariat ke dalam undang-undang sebagaimana orang-orang juga berjuang dalam kelompok-kelompok yang ingin merusak dari pada agama.
Ia juga memastikan dalam pergerakannya tidak ada sikap yang melanggar hukum negara.
Sobri Lubis menjelaskan maksud dari AD ART FPI yang mencantumkan kata khilafah, sehingga menjadi sorotan pemerintah.
"Di bawah naunggan khilafah sesuai dengan manhaj nubuwah itu artinya sesuai dengan aturan dan semangat," jelas Sobri Lubis.
"Semangat kerja sama, semangat untuk membangun Islam, membangun kepemimpinan Islam dalam rangka keterkaitan antara satu negeri dengan negeri-negeri Islam yang lainnya membangun kerja sama yang erat," sambungnya.
Sobri Lubis mengatakan, contoh FPI dalam konsep khilafah sudah diterangkan di dalam ART FPI.
Di antaranya khilafah Islamiyah yang diperjuangkan oleh FPI penerapannya adalah membangun kerja sama untuk persatuan dunia Islam.
Lebih lanjut, ia mencontohkan adanya pembangunan parlemen bersama dunia Islam, memperjuangkan dan penyatuan mata uang dunia Islam, menghilangkan atau menghapus sekat-sekat antar wilayah seprti visa.
Kemudian memperjuangkan adanya kesatuan militer bersama negeri-negeri Islam dan menggelar atau mengadakan seperti satelit dunia Islam.
"Itu yang kita perjuangkan dalam rangka penegakkan khilafah Islamiyah," tegas Sobri Lubis.
Dirinya mengatakan FPI memiliki semangat kebersatuan bahwasannya Islam adalah rahmatan lil alamin.
Tetapi, ia menggaris bawahi berkaitan hal itu FPI tidak akan keluar dari pada konsep NKRI dan juga Pancasila sebagai dasar negara.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan pengertian visi dan misi yang tertuang dalam ART FPI yakni FPI ingin mendorong peningkatan fungsi dan peran negara-negara konferensi Islam.
"Nah, ini adalah semangat untuk pembentukan parlemen bersama dunia Islam, pembentukan pasar bersama dunia Islam,
pembentukan pakta pertahanan dunia Islam, penyatuan mata uang dunia Islam, penghapusan paspor dan visa antardunia Islam,
mendorong kemudahan asimilasi perkawinan antardunia Islam," jelasnya.
Sobri Lubis mengatakan pergerakan FPI itu merupakan sikap penyeragaman kurikulum pendidikan agama dan umum di dalam dunia Islam.
Maksud dari naungan khilafah Islamiyah adalah FPI memikirkan kejayaan Islam tetapi tidak menjadi kompetitor pemerintah.
"Engga-engga, ini perbedaan, jadi khilafah pandangan FPI adalah kami memperjuangkan.
Jadi kita nggak cuma memikirkan dalam negeri saja. Tapi kita ikut serta membangun kembalinya kejayaan Islam," tambahnya.
Hal itu FPI akan lakukan dengan cara penyatuan dan juga usaha mendorong persatuan-persatuan dan kekuatan Islam ke depan.
"Bukan artinya kita mau berganti negara atau menjadi kompetitor pemerintah ataupun juga untuk mengganti Pancasila. Tidak sama sekali," tegas Sobri Lubis.
Di sisi lain,S Sobri juga tampak menjelaskan bahwa FPI pernah memperjuangkan kata syariat Islam itu untuk menepis juga pandangan-pandangan atau orang yang anti terhadap Islam dan membentur-benturkan syariat Islam dengan agama.
Kemudian, dalam hal syariat Islam, pemerintah pun sudah mengurusi hal tersebut.
"Dia mengurusi tentang pribadi, soal keluarga, soal masyarakat, soal negara. Ini semuanya syariat Islam."
"Tentang haji, tentang puasa, tentang salat. Kemudian juga tentang muamalat, sosial, kemasyarakatan, ekonomi, perbankan, dan lain-lain.
Pemerintah sudah mengurusi itu. Itu semuanya bagian dari syariat Islam," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)