TRIBUNNEWS.COM - Ketua FPI bidang Penegakan Khilafah Awit Masyhuri mengakui dalam AD/ART FPI ada kata penegakan khilafah tetapi tidak mencantumkan pancasila.
Pengakuan tersebut disampaikan Awit Masyhuri di acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Rabu (4/12/2019).
Awit Masyhuri menjelaskan pada masa orde baru, setiap organisasi masyarakat dan partai politik wajib mencantumkan Pancasila sebagai azas tunggal.
"Dulu di jaman orde baru, itu kan asas tunggal wajib mencantumkan Pancasila baik di ormas maupun di partai politik," terang Awit Masyhuri.
Namun, setelah era Susilo Bambang Yudhoyono, ormas dan partai politik tidak wajib mencantumkan Pancasila asal azasnya tidak bertentangan.
"Mau mencantumkan Pancasila boleh, tidak mencantumkan juga nggak papa," terangnya.
Awit Masyhuri menegaskan, dalam AD/ART FPI yang pertama memang mencantumkan Pancasila.
Meskipun FPI tidak mencantumkan Pancasila dan mengatakan menegakkan khilafah, namun Awit Masyhuri mengaku bahwa FPI tidak menolak Pancasila.
"Artinya FPI ini Pancasila, FPI tidak menolak Pancasila, FPI ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), FPI ini menerima Bhineka Tuggal Ika, UUD 1945 itu semua nggak ada masalah. Sudah final," ungkap Awit Masyhuri.
"Kalau kita ini Pancasilais, kita menegakkan khilafah," tambahnya.
Khilafah di FPI Munculkan Polemik, Awit Masyhuri Jelaskan Maknanya untuk OKI
Ketua Front Pembela Islam (FPI) bidang Penegakan Khilafah, Awit Masyhuri menjelaskan makna khilafah menurut FPI.
Penjelasan tersebut disampaikan Awit Masyhuri di acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah kanal YouTube KompasTV, Rabu (4/12/2019).
Menurut Awit Masyhuri, makna khilafah dalam FPI adalah mendorong kerjasama internasional.
"Jadi penegakkan khilafah yang diusung FPI ini adalah mendorong Organisasi Konferensi Islam (OKI) agar lebih optimal," jelas Awit Masyhuri.
"Arti khilafah Islamiyah, diterapkan kesatuan sistem ekonomi, politik, pertahanan, sosial, pendidikan dan hukum di dunia Islam," tambahnya.
Awit Masyhuri menuturkan dalam pembahasan khilafah FPI yang menjadi bahasan adalah lingkup internasional.
Bukan khilafah yang dikategorikan ingin membuat sistem di dalam negara Indonesia.
Awit Masyhuri menegaskan khilafah yang diusung FPI, tidak sama dengan khilafah yang diusung oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Bedanya kalau kita ini kan ingin mendorong OKI, negara-negara Islam ini agar menyatukan mata uang,
ada pasar bersama, lalu kemudian ada parlemen bersama," paparnya.
Awit Masyhuri menuturkan bentuk khilafah FPI akan mirip dengan kerjasama yang dilakukan Uni-Eropa.
Lebih lanjut, Awit Masyhu menjelaskan makna penegakkan khilafah adalah agar persatuan-persatuan dunia Islam di dunia tegak.
Saat disinggung soal nama lain selain khilafah seperti kerjasama internasional, Awit Masyhuri menuturkan nama khilafah dipilih karena lebih bernuansa Islam.
"Kita kan ormas Islam, kita lebih mengedepankan istilah yang Islami, kita menggunakan kata khilafah ini kan bagian dari Islam," jelas Awit Masyhuri.
Kuasa Hukum FPI Jelaskan soal Khilafah di AD/ART: Kerjasama Multilateral dengan Asas Pancasila
Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI), Ali Abu Bakar Alatas menjelaskan maksud kata khilafah dalam AD/ART FPI.
Penjelasan tersebut disampaikan Abu Bakar Alatas dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Senin (2/12/2019).
Menurut Ali Abu Bakar Alatas makna dari kata khilafah dalam AD/ART FPI adalah mendorong negara-negara Islam untuk memperkuat kerjasama di bidang keuangan.
"Contoh supaya negara Islam ini bikin mata uang bersama, terus bikin pasar bersama, bikin pakta pertahanan bersama, bikin kurikulum pendidikan bersama," jelas Ali Abu Bakar Alatas.
Dengan kata lain, kerjasama multilateral antar negara-negara Islam dengan asas Pancasila.
"Sebagaimana Uni Eropa," terangnya.
Ali Abu Bakar Alatas mengakui memang dalam AD/ART FPI terdapat kata khilafah.
Menurutnya kata khilafah sering kali disalahpahami maknanya.
Seolah-olah khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran, padahal Menurut Ali Abu Bakar Alatas khilafah ini mempunyai banyak dinamika dan kajian yang luar biasa banyak.
"Cuma memang yang disalahpahami adalah seolah-olah khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran, padahal dinamikanya banyak, kajiannya luar biasa banyak," jelasnya.
Lebih lanjut, Ali Abu Bakar Alatas menjelaskan bahwa asal mula kata khilafah adalah dari keyakinan umat Islam mengenai kedatangan Imam Mahdi yang akan datang pada akhir jaman.
"Nah kemudian untuk menyambut kedatangan Imam Mahdi itu, kita berpikir apa yang kita bisa kita berikan terus tidak bertentangan secara konstitusional juga tidak bertentangan dengan realita yang ada," terangnya.
Alasan tersbeut menjadi latar belakang FPI dalam membuat AD/ART yang satu di antara terkandung kata khilafah.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)